Semua pasti tau kan game ini, nah
di sekolah kalo lagi boring biasanya aku main ini, dengan hukuman hukuman yang
serba aneh bin ajaib.
Enjoy ^^
Siang itu terasa
sangat lama bagi Mark, tangannya tidak henti hentinya mengusap wajah kusamnya, mendengarkan
celotehan guru sejarah yang super ember. Entah, tapi nampaknya naak anak yang
lainnya sangat semangat dalam pelajaran itu. Mungkin karna ruangannya yang
selalu dipenuhi oleh udara dingin dari ac yang menyala, dan difasilitasi sebuah
computer dengan wifi gratis per 5 anak.
Mark sama sekali tidak berminat
menyalakan computer yang masih ‘tak bertuan’, ia hanya menopang dagunya dan
menutup matanya, mencoba merasakan udara dingin yang berhembus tepat di atas
kepalanya yang kecil. Begitu dinginnya sampai Mark menggigil, sampai seseorang
menghancurkan lamunannya.
“Mark, udah selesai nih, yuk kita
ke bawah, maen basket, lapangannya mumpung kosong”, itu Nicky, satu satunya
bocah paling hiperaktif, tapi juga kreatif yang pernah mark miliki, mungkin
dalam jarak waktu 6 tahun terakhir.
“Ah males, kapan kapan aja.”,
Mark kali ini menolak ajakan Nicky, sebenarnya itu adalah hal yang disukai
mark, tapi entah mengapa hari itu dia sangat lelah.
“Kita maen game lain yuk.”, Nicky
tiba tiba menjerit di samping Mark, menggandeng Mark dan membawanya ke halaman
sekolah.
Mark merasa ada yang aneh dari
Nicky, biasanya ia selalu memaksa Mark jika ia sedang malas. Sampai! Mark
tampak sedikit pusing, banyak murid murid smp lainnya yang berkumpul di sana.
Tak terkecuali Gina, yang selalu bermain dengan geng ‘perempuan cantik’-nya,
serta murid murid gila olahraga seperti Bryan dan lainnya.
Nicky masih menggandeng tangan
mark, kali ini ia dibawa Nick ke sebuah tempat yang cukup sepi. Ternyata mereka
tidak sendiri, disana ada Shane dan Kian, dua pemuda yang memiliki rating
kepopuleran terendah di sekolah.
“Hai semua.”, sapa Nicky, dengan
tangan masih menggandeng tangan mark. Melihat hal itu, spontan shane dan kian
tersenyum, buru buru Mark melepaskan tangannya dari tangan Nick. “Hai juga”,
jawab Kian.
“Ok, kita awali rapat kita.”,
kata Shane memulai pembicaraan.
“Eh, rapat apa tuh?”, Mark kaget,
tangannya yang memegang dagunya, kini beralih ke kepalanya, menggaruknya walau
tidak gatal.
“Ini bukan rapat, tapi in sebuah
game.”, jelas Kian.
“Game yang bisa membuat jiwa
seseorang menjerit ketakutan, membuat hati seseorang remuk, membuat tubuh
menjadi tak berbentuk lagi, dan membuat akal sehat kita hilang.”, jelas Shane
seraya menakut nakuti semua orang yang ada di halaman terpencil itu.
“seseram itukah?”, Mark benar
benar bingung saat ini, kalimat yang diucapkan Shane tadi membuat Mark sedikit
gemetar.
“Tenang, permainan ini tak
seseram itu, tapi yang pasti harus konsisten dengan peraturannya.”, jelas Nick,
kakinya dibentuk bersila dan duduk di dekat pohon yang tinggi, membuat semua
orang disana ikut duduk.
“Ada yang bersedia ikut permainan
menantang ini?” , kata Kian pelan.
Semua mengangkat tangannya,
kecuali Mark yang masih ragu, “sebenernya ini game apaan sih? Apakah game ini
sejenis sama SAW?”
Semua terdiam, dengan keadaan
tangan masih di atas kepala, Shane menyaut, “sejenis itu, tapi tidak membuat
isi kepalamu keluar, dan kita tidak akan membuat ususmu menjadi mie.”
Mark menelan ludahnya, diangkat
tangannya perlahan, sampai akhirnya mereka menurunkan tangan mereka. Semua
terdiam, Nicky menutup kedua matanya, selang beberapa detik kemudian, ia
menjerit.
“Kelipatan tuju ya, aku duluan,
SATU!!!”, nadanya seperti anak kecil yang sedang latihan baris berbaris, tapi
semua keseriusan mulai berubak, Shane yang saat itu di samping Nicky, berteriak
juga “DUA!!”, kemudian Kian, “TIGA!!”. Mark yang masih kebingungan mencoba
mencerna apa yang tadi didengarnya, dan akhirnya ia berteriak juga “EMPAT!!”
Kemudian berlanjut ke Nicky, yang
juga berteriak lagi, “LIMA!!”, kemudian Shane, “ENAM!!”, dan akhirnya Kian
lagi, “DOR!!”
Mark sepertinya bisa menebak apa
yang sedang dimainkannya ini, sebuah game biasa tetapi memeras otak, dan dengan
hukuman yang sedikit tidak wajar, Truth or Dare.
Dengan santainya Mark berteriak,
“TUJUH!! Ehh maksud aku DLAPAN!!”
Semua menjerit, sepertinya aku
berbuat kesalahan, gumam Mark. “Ngga boleh nyebutin dua nomor! Kamu dihukup!
Truth or Dare?”, jerit Shane dengan semangatnya yang meluap luap. Mark berfikir
sejenak, mengingat begitu banyaknya rahasia yang ia sembunyikan, akhirnya ia
memilih dare.
Setelah Mark mati matian menahan
emosinya, Shane pun menganggat kepalanya, “kamu, ke ruang guru, bilang kamu
cantik tiga kali.”
Dug, hati Mark rasanya mau copot,
tapi apa boleh buat, ini game yang sedikit serius, Mark harus memenuhi
permintaan Shane, but, c’mon masa di ruang guru sih?
Mark mencoba menolak, dan
hasilnya Kian membuat keputusan, “kamu lari ke rumah aku, ambilin laptop aku,
cepet balik ya, istirahatnya cumin bentar nih.”
Nah, yang ini lebih baik, kata
mark dalam hati. Ia mulai bangkit dari lantai, mencoba berjalan melewati
gerbang sekolah yang selalu terbuka, dan mencoba berlari sekuat tenaga menuju
rumah Kian yang tidak terlalu jauh dari sekolah.
Kian dan yang lainnya menyemangati
Mark yang masih belum jauh dari sekolah, Nicky meringis dan Shane berteriak
menyemangati Mark, sedang Kian hanya tersenyum melihat gaya berlari Mark.
***
Comments
Post a Comment
Komentar anda adalah suatu yang berharga ...