Melihat ke luar jendela, dengan detikan keras dari jam dinding, menemani penantianku. Kepada seorang pria yang amat kucintai sepenuh hatiku. Lantunan demi lantunan nada tinggi sudah menjadi musikku, dan kayu jati yang tidak sekuat imanmu menjadi santapanku. Gadis demi gadis keluar masuk dari kamarnya, bak semut semut yang keluar masuk sarang. Orang bilang aku harus tabah menghadapi kodratku sebagai wanita. Yang harus menurut dengan semua perkataan suaminya, dan sabar dengan kekurangannya. Hingga dia lemah tak berdaya sekarang, dengan mobil mewahnya yang sudah menjadi rongsokan. Kasih sayang yang diidam idamkan seorang wanita desa biasa, dari pemuda kaya raya dengan hati dongkol. Aku bertahan. Aku ingin mencoba membuat hatinya yang dingin menjadi seperti hatiku, yang penuh dengan sinar matahari senja. Kemudian, kuhentikan penantianku, aku berikan sinar itu kepadanya, berharap agar tak ada lagi laki laki sepertinya.