Skip to main content

Posts

Showing posts from August 25, 2012

THE HOUSE

THE HOUSE The House adalah sebuah game gratisan buatan Sinthai's Studio. Game ini menceritakan 3 kisah yang berbeda, diantaranya: 1. The House (2005) Ini adalah ciptaan Sinthai Studio (edisi the house) yang pertama. Game ini menceritakan sebuah rumah yang terisolasi, jauh dari pemukiman umum. Rumah ini sangat tidak terawat dan dikabarkan 'berhantu' Nah, sekarang anda yang punya nyali besar, diharapkan bisa membuktikan isu isu yang beredar. Game ini tidak mengharuskan anda bermain saat malam hari. Tetapi disarankan anda memainkannya pada malam hari, karna efek dari kegelapan tersebutlah yang membuat game ini menjadi berlipat lipat seramnya. Berikut foto foto clue rumah tersebut Add caption 2. The House 2 (2010) Game ini hampir sama dengan game sebelumnya, tetapi game yang satu ini memerlukan kemampuan otak kita untuk mengingat kode kode, yang nantinya digunakan untuk membuka level selanjutnya. Berikut bebe

Profilku

Hello semuanya ... Sebenernya lihat di profil lengkap ku bisa sih, tapi aku pengen ngepost lagi siapa aku ini, no hate ya Nama : Rahajeng Violita Nama panggilan : ada yang panggil Vio, Ajeng, Kojeng, Cut, Tanhu (tante hantu), tapi terserah deh mau panggil apa yang penting aku suka ;) TTL : Jakarta, 25 Juli 19** (disensor yah ._.) Alamat : Kenayan, Tulungagung, Jawa Timur Hobi : nanem kangkung, nulis nulis cerita, njulurin lidah :p kaya gitu, mandi air anget , trus tidur :D Cita cita : jadi ****** (ini disensor juga yah) Fb : Rahajeng Violita Twitter : @RahajengViolita Tumblr. : Troll Trolling The Troll Youtube : Rahj Gvila Temen deket : Stefani Septi (fb: Trifosa Stefani ,twitter: @Trifosa_Stefani ) Quotes : Jangan percaya siapapun,, percaya sama Tuhan aja ok ;) Film fav. : Harry Potter (semua seri kecuali yang ke-7 part 1), Up, Finding nemo, dan The Pirates of Caribian(semua seri) Makanan fav. : aku suka mie rebus, nasi goreng (apalagi bikinan pa

The Silver Spoon

“Aku punya ubi bakar, aku akan ambilkan untukmu.” Hoam langsung berlari menuju rumahnya, mengobrak abrik dapurnya dan mengambilkan ubi bakar untuk Trabes. Sedangkan Trabes, masih dengan rasa penasarannya, ingin sekali membuka pintu itu. Kanan, kiri, dilihatnya ke penjuru arah untuk berjaga jaga nanti ada orang yang melihatnya. Tak ada yang melihat, pikir Trabes. Trabes mulai melepas kertas coretan yang ditempel di pintu tersebut. Terbuka ! Dan tiba tiba suara langkah kaki besar terdengar oleh Trabes. “Dum dum dum” Semakin lama semakin kencang, Trabes sampai terguncang dan jatuh. “Brruukk…”, seseorang mendobrak pintu besar itu. Spontan Trabes langsung bangkit dan menahan pintu tersebut. Hoam yang baru saja ingin membawakan ubi bakar tersebut langsung berteriak kencang kencang. “Hoam, jangan berteriak saja, bantu aku !” Hoam langsung membantu Trabes menahan pintu tersebut, tetai sepertinya “mahkluk” yang ada di belakang pintu itu terus mendobraknya. “Apa yang harus kita lakukan !”, ka

Silver City

Seseorang muncul dari balik pagar sebuah rumah kayu. “Kau penyihir ?”, tanya orang tersebut kepada Kira. “Ya begitulah adanya, bisa kami tinggal beberapa hari disini ?” “Oh ya, tentu saja, mari mari …”, ajak orang itu dengan sangat ramah. Orang itu mengajak mereka ke sebuah rumah besar tua yang terbuat dari tanah liat, dengan beberapa pintu beraneka macam ukuran. “Kalian bisa tinggal disini, kau bisa membuka semua pintu, kecuali yang itu …”, kata orang itu, sambil menunjuk sebuah pintu super besar yang terbuat dari kayu, tak ada lubang sama sekali, jadi Trabes tak bisa melihat apa yang ada didalamnya, hanya ada kertas dengan coretan di atasnya. Setelah melihat lihat sebentar Kira segera pergi, Kira bilang ia mau ‘berbaur’ dengan para tetangga barunya, dan Trabes tinggal di rumah itu. “Halo ?”, tiba tiba sebuah suara datang dari belakang punggung Trabes. “Eh, halo .. siapa kau ?” “Aku… aku Hoam, aku tinggal disebelah rumah ini.” “Oh, benarkah ?” “He-eh.” Trabes hanya mengangguk meliha

From Flores to Mountain

“Kira, sampai kapan kita disini ? Bisakah kita tinggal lebih lama ?” “Ohh,, lihat apa yang barusan aku temukan. Kau jatuh cinta dengan orang orang disini ?” “Mmm mm.”, gumam Trabes sambil menganggukkan kepalanya. “Kau yakin ? Aku tidak suka disini.” “Tapi aku suka.” “baik, begini saja kau ingin nama atau makanan ?” Trabes hanya bisa diam memandangi bebek bakar yang dipajang di atas meja besar, berharap seseorang yang punya lengan yang panjang menyuapinya bebek itu. Dan akhirnya dengan berat hati Trabes dan Kira berangkat ke kota selanjutnya, orang Mort  bilang kota yang akan mereka tuju bernama kota Perak, Trabes spontan bersemangat untuk mencapai kota itu. Mungkin saat pulang nanti Trabes akan menjadi orang yang sangat kaya. Perjalanan kali ini tidak kalah menegangkan dari yang kemarin. Tapi Trabes masih bersyukur karna bukan arus deras yang dilewatinya, tapi hutan penuh buah buahan segar dan babi yang gemuk, juga makanan lainnya. Dan itulah yang membuat perjalanan mereka jadi amat p

The Mort

“Kau belum pernah kesana ? Apa kau gila ? Bagaimana kita bisa mencapai kesana bila kau bahkan tak tau arahnya ?”, jawab Trabes sedikit panic. Mungkin sangat panic karna setelah itu Trabes tidak berbicara selama 1 hari penuh. Melihat Trabes mulai ketakutan Kira mulai menggodanya. “Kau takut ‘bocah’ ?” “Apa ? Siapa ? Aku ? Tentu tidak, aku bisa mengalahkan naga tanpa memegangnya.”, jawab Trabes sedikit gugup. Ia sempat tidak yakin dengan jawabannya barusan, bahkan ia tidak tau ia telah mengucapkal hal yang mustahil. “Disana ada yang lebih menakutkan dari naga.”, goda Kira. “Aku bisa mengatasinya.” “Kau yakin ? Ada Aragog disana.” Aragog ? Trabes mulai berfikir, bukankah Aragog adalah laba laba raksasa ? Trabes mulai ketakutan, bahkan jika Trabes menemukan seekor laba laba sebesar 1 cm dia langsung mengitari desanya dan menangis. “Cukup ! Mana ada aragog ditempat seperti itu ? Orang o rang di desa bilang hanya ada naga.”, bantah Trabes. “apakah orang orang di desa konyolmu itu oer

Do you know Roki Island ?

Selesai. Untuk kedua kalinya kata itu diucapkan anak itu. Ia mulai mendatangi Kira dengan wajah merah. “Apa lagi maumu ?”, tanyanya. “Tidak ada, terimakasih banyak, bocah.”, jawabnya dengan muka acuh tak acuh. “Aku sudah punya nama !” “Kau belum punya nama jika belum punya Verderit bocah.” “Ger… derr.. rat..?? Apa itu ? ” “Verderat adalah upacara suci dimana kau akan menjadi penyihir tingkat tinggi bocah.” “Kau akan melakukannya padaku ?”, kata Trabes. “Tidak kalau ka uterus bertanya.” “Lalu apa yang harus aku lakukan untuk mendapat sebuah nama ?” ‘Kau harus belajar sihir terlebih dahulu, bocah.” “Kau tidak mengajariku apapun tentang sihir ! Kau hanya menyuruhku berlari, dan mengangkat beban. Itukah sihir ?” “Lalu kenapa kau mau melakukan tugas itu ?” Seketika itu juga mata Trabes terbelalak, bahkan mata kecilnya hampir saja keluar. Dan setelah itu ia mulai menyipitkan matanya, persis seperti kucing mungkin. “Jadi, aku bisa saja tidak melakukan tugas itu ?”, tanya Trabes dengan wa

Fatigue Eternal

buat, jaraknya terlalu jauh untuk dicapai. Kira hanya tertawa saat Trabes melambai lambaikan tangan kecilnya. Sepertinya dia tidak peduli sama sekali dnegan Trabes. “Gunakan kekuatanmu, bocah !”, kata Kira sambil meletakkan tangannya di sekitar mulutnya. “Apakah mereka akan menghilang jika kukeluarkan kabut ? Apa kau bercanda ? Cepat tolong aku !”, kata Trabes terpatah patah. Kira langsung berdiri saat terdengar teriakan Trabes, membisikkan sesuatu yang suram kepada angin, dan muncullah cahaya putih di sekitar mereka.  “Kira ?” “Apa ?” “Hmm,, kau marah ya ?” “Aku tidak marah, aku hanya kesal.” Trabes langsung terdiam, menampakkan wajah kekanak kanakannya, membuat Kira merasa risih berada di dekatnya. Kira langsung berjalan lebih cepat dari biasanya, tapi walaupun begitu Trabes tetap bisa mengejar Kira. Melihat Trabes masih ada di sampingnya Kira semakin cepat berjalan. Sepertinya Trabes begitu keras kepala, dia terus memelototi Kira sambil mengejarnya. Rasanya ingin mecolok mata Trabe

Troll Fish

Anak itu pun terus berkata tidak tau, dan wanita it uterus memukuli anak itu. Mereka melakukan hal itu seharian penuh. Tangannya yang dari tadi dipukul sapu sekarang membengkak, tetapi ia tidak menangis. “Baiklah kalau begitu, aku akan bertanya yang lainnya. Bagaimana kau melakukan hal itu ?”, tanyanya. “Melakukan apa ?”, jawabnya . Wanita itu memukulnya sekali lagi. “Kabut itu , bagaimana kau mengeluarkannya sedangkan hari ini cuaca sedang cerah ?” “Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan !”, jawabnya dengan singkat. Wanita itu sempat melongo mendengar kata anak kecil itu. “Kau tau apa yang seharusnya kau lakukan ? Kau harusnya duduk di kursi kecil di rumahmu yang kecil, menunggu kematianmu , dan akhirnya kau akan tinggal di kuburan kecilmu ! Tidakkah kau sadar apa yang kau lakukan ? kau akan membunuh kita semua ! Kerajaan akan mengirim banyak lagi tentara !” “Aku bisa menghentikannya.”, katanya dengan berani. “Apakah kau pikir kau bisa mengalahkan mereka denga

Force Meeting

Cerita ini dimulai dari 25 tahun yang lalu , dimana bunga masih bermekarang, dan burung burung masih bernyanyi. Saat dimana kita masih punya harapan tanpa batas. Terdengar langkah kaki berat menuju kemari, makin dekat, semakin dekat, dan semakin dekat. Tampak jubahnya yang menyentuh tanah berkibar, dengan suara gesekan jubah hitamnya. Tampak kabur wajahnya, tetapi yang jelas dia bukanlah orang yang besar, ia tampak masih muda, sekitar 21 tahun. Sepatu bot nya yang sudah tampak sangat kotor itu dilepasnya satu persatu, tampaknya ia sudah berjalan sangat jauh, kuku kakinya sangat panjang tak terawat. Dia bersandar di sebuah pohon besar dengan daun daun lebat tertempel di dahan dahannya. Lama sekali ia bersandar di pohon itu, sepertinya ia tertidur. Tapi, terdengar suara langkah kuda yang keras, melangkah menuju ke tempat pemuda yang tertidur tadi. Benar , penunggang kuda itu langsung menyiapkan pedangnya yang panjang. Mirip pedang samurai. Dia juga mengenakan jubah, tapi tak sepanjang