Skip to main content

My Brother


Bab 1 : Masalah Rio
Derap langkah kaki terdengar dari teras rumah, suaranya menyerupai kaki kuda yang sedang berlari, tapi yang satu ini diiringi suara tawa seorang anak kecil. angin masih berhenbus kencang disana, saat Rio sedang main kejar kejaran bersama kakaknya.
“Ade, diem ade … kaka nggak bisa nangkep nih hosh hosh.”, Dilla berhenti dari larinya. Ia memegang pinggulnya yang terasa sakit, sambil ngos-ngosan. Ia kemudian duduk disana dan melihat adiknya masih berlarian nggak karuan kesana kemari.
Melihat kakak perempuannya sudah duduk beristirahat, sang adik Rio segera menghampiri Dilla. “Kakak curang! Udah istirahat duluan!”, katanya, sambil ngos ngosan juga, kemudian duduk di samping kakaknya.
Dilla tersenyum akhirnya ia bisa berhenti berlarian. Ini semua terjadi karena mereka sedang main ‘sentuh kejar’. Permainan ini hanya untuk mereka berdua, karena sebelumnya belum ada satupun orang yang bermain sentuh kejar selain Dilla dan adiknya. Dan permainan ini termasuk simple, kamu hanya butuh jari telunjukmu untuk menyentuh pundak temanmu, dan jika itu berhasil maka orang yang kau sentuh itu harus menyentuhmu balik. Dan saat itulah bagian terserunya, kau bisa berlarian kesana kemari, sambil dikejar kejar. Berasa kayak di film film action gitu deh.
Walaupun sebenarnya permainan ini banyak yang tau, dan punya sebutannya masing masing di berbagai daerah; keistimewaan dari permainan ini adalah karena yang memainkan permainan ini adalah adik kakak. Yaitu Dilla dan Rio.
Angin yang berhembus kian memelan, Dilla hanya bisa merasakan sedikit angin di sekitarnya. Ini mungkin karena hari sudah hampir gelap, waktunya masuk rumah dan mandi, pikir Dilla. Iapun masuk ke rumah sederhana bercat hijau dengan tangan bergandeng pada tangan Rio.
“Duh .. kak, aku capek.”, kata Rio, kemudian melempar dirinya ke sofa empuk di ruang tamu. Keringatnya terlihat sekali bercucuran melewati pipinya yang tembem. Dan Dilla mengangkat Rio dan menggendongnya masuk ke dapur.
Diletakkannya Rio di salah satu bangku kosong di ruang makan sebelah dapur, disana Rio bisa sedikit menghilangkan lelah dengan meletakkan kepalanya di meja makan. Dilla mengambil segelas air minum dari galon, kemudian diberikannyalah pada adiknya. “Minum dulu gih.”, katanya, kemudian duduk di kursi kosong di samping Rio.
Dilla bisa melihat gigi kelinci besar adiknya dari bayangan gelas kaca berisi air minum, warnanya putih bersih karena Rio rajin sikat gigi dan besar sekali.
“Aaah …”, Rio mendesis dan meletakkan gelas kacanya di meja makan.
Seorang nenek dengan rambut beruban dan dikuncir ke atas datang dari arah dapur, membawa sepanci penuh makanan yang masih panas. Nenek itu tersenyum kepada Dilla dan Rio, kemudian meletakkan panci itu di tengah tengah meja makan.
Nenek itu kemudian mendekati Rio dan mencium bajunya, “ihh bau”
“Mandi dulu gih sana, habis mandi makan bareng sama kakak yah?”, lanjut Nenek Sri dengan nada pelan.
Rio tanpa menjawab langsung membuka bajunya dan segera berlari ke arah kamar mandi.dilla mulai mendengar suara air gemericik dari sana, menandakan bahwa Rio benar benar sudah mandi. Kemudian, ia mengambil baju Rio yang berada di lantai dan segera membawanya ke bak cucian kotor. Ia kembali ke ruang makan dan bercakap cakap dengan neneknya.
“Rio itu anaknya manut yah ..”, kata neneknya, kalem.
Dilla mengangkat alisnya tinggi tinggi. Ia tidak yakin dengan pertyataan tadi. Ia tidak berfikir kalo Rio benar benar begitu. Rio termasuk anak yang nakal. Ia sering menjabaki rambut panjang Dilla saat ia sedang tidur atau sedang santai. Ia juga masih suka mengompol, dan parahnya itu selalu terjadi saat Rio tidur dengan Dilla, seakan akan kejadian itu sudah dari dulu direncanakan.
Seperti seakan akan membaca pikiran Dilla nenek Sri melanjutkan perkataanya, “kalaupun dia nakal, itu wajar, umurnya kan baru tujuh tahun.”
“Tapi masak anak kelas 4 SD masih ngompol sih nek?”, Dilla mulai cemberut, menampakkan bibirnya yang merah dan tatapannya yang penuh dengan ketidaksetujuan.
“Udah nggak papa … ntar kalo udah gede kayak kamu juga sadar sendiri.”
Kalau yang satu ini, Dilla merasa neneknya benar. Ia dulu juga pernah nakal. Semua orang juga pernah nakal, dan berbuat salah, sengaja maupun tidak. Tapi dibalik itu, Dilla masih nggak mau kalau Rio itu anak yang manut. Ok, kalau soal disuruh mandi itu sih mau. Kalau urusan ngerjain pr? Pasti kakaknya yang ikut serta menggarap semuanya.
“Eh kapan kamu konser lagi?”, kata nenek Sri tiba tiba, membuyarkan lamunannya, sekaligus merubah topik pembicaraan.
Dilla mengetuk ngetuk dagunya yang lancip dan mengarahkan pandangannya ke atas, “kayaknya waktu natal ini deh, nek. Belum pasti sih.”
Dilla mencoba mengingat saat terakhir kali dia ‘konser’. Itu adalah saat perayaan ulang tahun sekolah dasarnya yang keempatpuluh. Dilla menyanyi solo dihadapan lebih dari tigaratus orang, termasuk juga kepala sekolah dan orang tuanya. Dilla sangat pandai menyanyi, tak jarang pula ia mengajari Rio bagaimana menyanyi dengan baik. Tapi karena Rionya yang nggak mau, jadi Dilla menyimpan sendiri kemampuannya.
Dilla juga pernah dapat piala juara dua lomba menyanyi lagu presiden SBY tahun 2012 yang lalu tingkat Jawa Timur. Sungguh prestasi yang luar biasa, begitu kata ayahnya saat itu.
Dilla tau musik berkat ayahnya, beliau adalah seorang composer senior yang suka berduet dengam artis artis papan atas. Tapi sejak saat itu, ayah suka berpergian, mengikuti karirnya bersama ibu, jadi Dilla hidup bertiga di tanah Jawa. Walaupun begitu mereka tetap berbahagia dan bersyukur atas berkat yang melimpah dari Tuhan.
Sedang Rio, ia suka menggambar dan hampir tidak suka menyanyi. Itu hal yang tidak wajar karena seluruh keluarganya berprofesi di bidang musik, hanya dia sendirian yang suka menggambar. Tapi walaupun begitu Dilla berusaha keras untuk mendukung Rio agar suatu saat ia dapat melanjutkan hidup dengan baik.
Beberapa saat kemudian Rio keluar dari kamar mandi, dengan handuk putih melingkari tubuhnya. Rambutnya basah kuyup dan telinganya masih terlihat ada busa. Dilla hampir mau berdiri saat nenek Sri menghampiri Rio duluan.
“Sinih biar nenek pakein baju.”, katanya.
Rio berjalan setengah melompat kea rah kamarnya yang berada di ujung rumah. Sambil menunggu Rio ganti baju, Dilla segera berdiri dan menyiapkan piring yang bersih. Tiga buah diambilnya dari almari, kemudian ia letakkan di meja bersama tiga sendok dan tiga garpu berada di atas piring. Kemudian ia mengambil dua gelas kaca lagi, satu untuk dirinya dan satu untuk nenek Sri.
Ketika semua sudah siap, Rio sudah memakai baju bersablon superman dan bedak putih yang menghiasi wajahnya yang kecil. Rio beserta nenek Sri segera duduk di kursi mereka masing masing dan makan malam dimulai.
***
Keesokan harinya matahari bersinar cerah, dan burung burung mulai berkicau menyambut hari baru. Kala itu masih pukul lima pagi, dan Dilla sudah membereskan tempat tidurnya dan pergi mandi.
Dilla sudah menenteng handuk putih bersih saat sebuah kotak besar berbungkus kertas coklat mengatas namakan ayahnya dan ibunya. Dan dikirim untuk Dilla dan Rio, di Jawa. Dilla melompat lompat tinggi sekali saking senangnya. Kemudian membawa paket kotak tersebut ke ruang tamu.
“Rio! Nek!”, jeritnya memanggil orang orang rumah, “ada paket nih!”
Rio yang masih setengah sadar berjalan pelan sambil menggaruk garuk perutnya yang buncit. Kemudian ia duduk di samping Dilla dan meletakkan kepalanya di pundak Dilla.
“Ih, tukang tidur … bangun ade ..”, Dilla mengangkat kepala adiknya dari bahunya. Kemudian dengan nada yang kelihatan lemah Rio berusaha menjawab Dilla, “iya kak aku bangun nih …”
Nenek Sri menepuk nepuk tangannya dengan keras saat melihat paket itu. Raut wajahnya hampir mirip dengan ekspresi wajah Dilla tadi. Kemudian nenek Sri langsung menghampiri paket tersebut, duduk di ssamping Rio yang masih setengah sadar.
“Dari papi yah? Apa isinya?”, nenek Sri tampak sangat bersemangat saat itu sampai akhirnya ia membuka paket itu dan menemukan banyak sekali tumpukan baju yang masih berbau toko di dalamnya.
“Baju baru, horay!”, Dilla mengangkat salah satu baju warna warni tersebut, “ini pasti buat aku, warnanya pink.”
Nenek Sri ikutan bergabung dalam kardus tersebut. Kemudian, mengangkat seluruh baju baju dari dalam kardus, “udah kamu mandi aja dulu, ini nenek yang urusin, nenek cuci dulu trus nenek taruh di lemari kamu, gih sonoh, mandi yang wangi.”
“Iya.”, kata Dilla, kemudian bangkit dan pergi ke kamar mandi.
“Woi dede Rio bangun dong …”, Nenek Sri hanya bisa menepuk nepuk pipi Rio dengan lembut.
***
Dilla sedang menatap bayangan dirinya di cermin, seorang gadis muda berumur duabelas tahun yang manis. Ia mengambil sebuah sisir di samping cermin dan menyisir rambutnya yang lurus menjuntai kebawah dengan apik. Hidungnya kecil dan mancung, serta matanya lebar sekali membuatnya tampak lebih cantik. Ia memakai bando biru di atas rambutnya, kemudian sedikit bedak untuk menutupi kekusaman wajah. Sempurna!
Hari ini hari senin jadi Dilla memakai seragam putih dengan dasi persegi warna merah, dan rok pendek berwaru warna merah menyala, kemudian dengan semua persiapannya, ia tersenyum ke arah cermin.
Gadis itu kemudian keluar dari kamarnya membawa sebuah tas besar berisi buku sekolah dan alat tulis. Ditatapnya Rio yang sedang melahap nasi goreng sosis special buatan nenek. Dilla terkagum kagum pada neneknya, baru sebentar ditinggal, nenek Sri sudah melakukan banyak hal. Apakah ia akan berbuat sama saat ia sudah menjadi nenek nenek nantinya?
Tapi setelah Dilla duduk ia sadar, adiknya Rio tidak memakai baju seragam. Hanya kaos oblong dan celana panjang. Dilla mulai ingin berbicara saat neneknya mengoceh.
“Dilla nanti ke apotek yah, beli obat pilek buat adekmu ini.”, kata neneknya dengan raut wajah sedih.
Dilla yang kaget langsung berdiri dari duduknya, “loh de Rio sakit?”
Rio tidak menjawab apapun, hanya tangannya yang melambai lambai, seakan menyuruh Dilla untuk mendekatinya.
“Rio nggak sakit kok sebenarnya”, kata Rio dengan suara yang sangat pelan, “Rio cuman nggak mau pergi ke sekolah aja hari ini.”
“Aahhh …”, Dilla menarik diri setelah dibisikkan kalimat tersebut. Dilla sama sekali nggak terkejut, dia malah santai santai saja, dan membuat Rio tampak tenang, nggak perlu menaruh telunjuk di bibir.
Kemudian Dilla melirik Rio sambil tersenyum, dan Rio sudah mulai khawatir bahwa rahasianya akan bocor, “NENEK RIO NGGAK SA … “
Belum terlambat, pikir Rio. Ia menutup mulut Dilla erat erat dengan kedua tangannya. Dilla bisa mencium bau amis telur yang Rio makan tadi. Sambil terus berteriak teriak dalam dekapan, nenek Sri memalingkan wajahnya.
“eh eh kalian ngapain ..??”
“Ahh nggak papa kok nek.”, jawab Rio berbohong, dan kemudian berbisik kepada Dilla, “kak plis jangan bilang … plisss …”
Dilla terpaksa mengalah, ia tidak bisa memukul Rio atau memaksanya, mungkin dia harus bicara dari hati ke hati kepada Rio.
Dilla menghabiskan nasi gorengnya kemudian pergi ke sekolah dengan sepeda butunya.
***
Malam harinya, Dilla tidur bersama Rio di kamar Rio. Kamarnya selalu bersih dan rapi, itu berkat jasa Nenek Sri yang baiknya luar biasa. Tapi Dilla sebenarnya tidak setuju dengan itu, karena Rio akan menjadi malas.
Dilla kemudian mengajak Rio berbicara empat mata.
“Rio sayang”, kata Dilla mengawalai percakapan, “kakak mau bicara sama kamu.”
Kini mereka hanya berdua di dalam kamar, ditemani jam yang berdetik tanpa henti dan cahaya lampu yang menerangi kamar tersebut.
“Kamu kok sekarang tambah nakal sih? Kakak nggak habis pikir deh. Kamu sekarang sudah berani bolos sekolah. Kamu dapet ide itu dari mana? Darimana Rio?”, Dilla mulai menaikkan nada suaranya. Tampak seperti mama yang lagi marah, pikir Rio.
“Jawab kakak, Rio.”, kini nadanya dipelankan, dan tangannya dilipat kedepan.
Rio menundukkan kepalanya, setengah malu dan takut, “anu kak … Rio itu nggak mau ke sekolah. Nggak seru pelajaran di sekolah itu! Isinya cuman catetan terus, tangan Rio capek kak!”
“Sekarang gini deh.”, Dilla memegang tangan kanan Rio yang dingin dan berkeringat, “Rio mau jadi anak pinter nggak?”
Rio malu malu menganggukkan kepalanya.
“Kalau mau pinter harus belajar, ke sekolah …”, Dilla merebahkan badannya ke kasur dan menatap langit langit kamar, “ade tau nggak ada banyak banget orang yang nggak bisa sekolah.”
Rio mengganggukkan kepalanya lagi, dan merebahkan badannya juga.
“eh tau nggak de, kenapa ada banyak banget pengemis dan orang minta minta di pinggir jalan?”
“Karena mereka nggak punya kerjaan, mereka nggak bisa apa apa dan nggak tau apa apa!”, kata Rio dengan nada yang lumayan tinggi. Ia sebenarnya sebal sekali dengan para pengemis yang sering kali masuk ke rumah tanpa permisi dengan baju yang sangat kumal, kemudian menjulurkan tangan dan minta receh. Tapi Rio anak yang baik, ia sering memberikan beberapa uang receh kepada para pengemis, walaupun kadangkali ia jengkel.
“Kamu tau nggak kenapa mereka nggak tau apa apa?”
“Karena …. “, Rio tampak berfikir keras, telunjuknya yang panjang menepuk nepuk dagunya sendiri, “mereka nggak suka sekolah?”
“Betul sekali! Nah, sekarang, Rio mau kayak mereka?”
“Nggak mau lah!”, Rio langsung menatap jengkel pada kakaknya, kemudian ia kembai memandang langit langit, “tapi aku selalu nggak punya teman di sekolah.Aku mesti kemana mana sendiri, aku bahkan nggak punya teman sebangku.”, jelas Rio, tangannya dimain mainkannya.
Dilla sempat kaget saat itu, ia tidak tau bahwa Rio ternyata tidak punya teman, padahal mereka satu sekolah! Aneh sekali …
“Pasti gara gara Rio ini jelek.”, katanya.
“Hush ..”, Dilla menaikkan tangannya tanda nggak setuju, “Rio nggak jelek kok, Rio itu ngguanteng.”
“Trus kalo bukan itu kenapa?”
Dilla mencoba mengulang pertanyaan itu di otaknya. Pertanyaan yang sulit. Seumur hidup Dilla ia tidak pernah tidak punya teman. Ia selalu bersama orang lain kalau mau ke kantin, ataupun menggarap tugas. Selalu bersama orang lain. Kemudian ia membandingkan dirinya sendiri dengan adiknya.
Memang benar adiknya tidak bisa menyanyi, tapi apakah karena itu? Dilla bertanya tanya dalam hati. Tapi kan dia sanagt mahir dalam hal menyanyi. Kenapa dia tidak ajarkan adiknya semua yang ia ketahui?
Ide cemerlang!, pikir Dilla. Ia akan membeli buku buku musik besok, dan mengajari Rio segala kemampuannya. Mungkin sedikit bantuan dari teman temannya dan internet. Nenek dulu juga seorang penyanyi handal. Kebetulan sekali!
Dilla kemudian tersenyum dan menatap mata Rio dalam dalam, “kakak bakal janji ke kamu, kamu bakal jadi orang nomor satu di sekolahmu!”
“Iya? Janji kak?”, Rio tersenyum sangat lebar sampai pipinya naik sampai ke matanya, “makasih kakak, I love you!”
“Tapi janji besok ke sekolah yah …”, Dilla tersenyum dan mencubit pipi Rio dengan gemas.
Rio mengangguk keras tanda setuju, “siip ..”

Comments

Popular posts from this blog

Suck Bagung!

     Rintik rintik air hujan masih menetes deras di atas atap rumahku, dengan beralaskan kasur empuk dan KTT ku bersama Mark. Jam di dinding masih menunjukkan hari masih siang, tapi langit di luar sangat gelap gulita. Dengan rasa malas sedunia aku bangkit dan duduk di depan komputer.      Awalnya sih aku ingin mengerjakan tugas dari guru TIK-ku Pak Chabib. Editing Blog! Fyuh, blog-ku memang rada error, entah mengapa koneksinya lambat sekali. Aku jadi bingung mana yang harus disalahkan, blognya, atau modemnya?      Kubuka blog yang kubuat lebih dari setahun yang lalu, masih hancur hancuran, seperti dulu.       Dan tiba tiba ....      Tingting! Pesan dari sahabat terbaikku sepanjang masa, Fani.       "Cut, besok sore kamu apa ada acara?"      Dan karena pulsa yang tinggal Rp.8, akhirnya dengan terpaksa aku ngga bales sms-nya. I'm sorry Fani!!      Tapi sepertinya cewek satu ini ngga menyerah, dan dia kirim pesan lagi      "Ngga punya pulsa ya?

Lirik Lagu Westlife - En Ti De Je Mi Amor

Cuando ries veo salir el sol es algo increible yeah! Hay un angel que esta junto a mi por mi corazon Cuando ries ya no hay marcha atras es algo increible yeah! hoy tengo un angel frente a mi  por mi corazon (Hoy se) que estoy bien a tu lado tu amor es mio En ti deje mi amor y todo lo que soy te di mi corazon sin saber llegaste a mi interior y yo en ti deje mi amor Me salve cuando te encontre  es algo increible yeah! ya no vivo en el ayer hoy tengo amor (Hoy se) que estoy bien a tu lado tu amor es mio En ti deje mi amor  y todo lo que soy te entregaste a mi sin condicion te di mi corazon  si saber llegaste a mi interior y yo en ti deje mi amor Mi gran amor soñe que fueras tu cuando entraste en mi vida todo cambio En ti deje mi amor (Hoy) un hombre nuevo soy por fin estas en mi interior oh yeah! y yo en ti deje mi amor.

Jalan jalan

Ola Mishamigos! Biasanya kalo hari Sabtu pulang sekolah orang orang pada bobo siang, ntar malemnya sama pacar jalan jalan ke alun alun kota, atau yang paling parah ke kuburan mau .... oke jangan dibahas. Ini nih kerjaanku, abis pulang sekolah, kita (aku dan para serdadu Troll ku) pergi ke Nail Art deeket sekolah ... Nah, udah tau kan fungsinya Nail Art? Aku mau jadi feminim dikit, siapa bilang cewe ban Kuning Taekwondo kaya aku ini ngga feminim hehe ... Dan tadda! hasilnya kaya gini .... Alay dikit lah heheh .... Tangan kanan aku kasih motif Hitam Putih, Hitam buat backgroundnya dan ada huruf W yang artinya westlife ... kalo yang kanan aku kasi motif bunga perak, backgroundnya hitam tua ... Oke, setelah selesai di Nail Art, langsung deh bablas pulang nonton Supernatural yang season 6 ... Lompat lompat sih hehe ... Disini Cas (malaikat tanpa sayap yang selalu pake jas hujan dan suka makan burger) berhasil mengalahkan Rafael si malaikat 'Pure From God', buka