Skip to main content

Mobil Baru, ya Pacar Baru (ending)


Hari ini harus udah bisa pegang stir, gumam Shane, mengingat pelajaran konyol yang diberikan Jodi kemarin.

Kian seoerti biasa menyisir rambutnya serapi mungkin, dan hari ini kian menambahkan sejenis gel rambut di rambut pirangnya, pelan pelan sekali sampai mata shane mulai terkatup.
“Ki, uda belom.??”, jerit Shane dari depan teras, tangannya sudah membawa helm kesayangannya. “Bellomm, dikit lagi … “, balas suara dari dalam kamar.

Shane terus menunggu, dilihatnya jam kecil terlilit di tangannya, jam tiga lebih limapuluh Sembilan menit. Wah gawat, Mark dan adiknya akan meninggalkan mereka kalau mereka tidak segera berangkat.

Shane menjerit sekali lagi, “Cepetannn kii!!!”, dan jawaban yang sama pun terdengar, “belom, dikit lagi.”

Shane sudah tidak sabar lagi, diambilnya kunci sepeda motor di dekat kursi teras, dimasukkannya pada lubang kunci dan dinyalakannlah mesin motor, “jreeennggg….”, suaranya menggelegar, membuat Kian yang sedang berdandan terkejut.

Kian langsung berlari menuju ke luar rumah, terlambat, Shane sudah meninggalkannya, “woiiiiiii, tungguiiin akuuuu!!”, jerit Kian, sambil berlari mengejar motor butut yang dinaiki Shane.

“Dha da kiaaann, ketemu di sana yaaa…”, kata Shane dari kejauhan, Kian sudah letih, ia bersandar pada sebuah temok warung yang sedikit kumuh.

“Halo bang Kian … “, sebuah suara kecil membuat Kian tersentak.

“Eh, icha, halo … “, jawab kian menyapa, mengangkat tangan kanannya yang berkeringat.

“Kemaren aku ketemu bang Shane loh …”, katanya dengan nada sombong.

Eh, berarti Shane kemaren kesini, gumam Kian.

“Bukannya warungnya tutup ya?”, tanya Kian penasaran. “Iya emang”, jawab Icha.

kian tidak begitu memperhatikan Icha, matanya sekarang tertuju pada sebuah sepeda berkeranjang sedang bertengger di depan warung, seraya menunggu tuannya memakainnya. Sesuatu pun terbesit dalam pikiran Kian.

“It sepedanya boleh abang pake ngga?”, kata Kian hati hati, menunjuk sepeda khusus cewek di hadapannya itu.

“Iya ngga papa.”, jawab Icha tenang. Tanpa pikir panjang Kian langsung menaiki sepeda itu, walau tidak pantas, ia berfikiran buruk kalau tidak sampai ke sana, kesan kedua harus lebih baik dari pada kesan pertama.

Kian mulai mengayuh sepeda merah itu, berat, tetapi sadel sepeda cewek lebih empuk dari pada sadel sepeda cowok.

Waktu Kian sudah jauh dari Icha, ia mengerutkan keningnya, “oh iya tadi aku udah bilang itu punya kk rossie belum ya?” Icha mencoba mengingatnya sekali lagi, dipegangnya kepala kecilnya dan wajahnya tampak serius, “aduh, kayaknya belum deh.”

***

“Jadi aku tinggalin aja di rumah … “, Shane tampak sedikit kesal, mencoba mengangkat gelas teh nya dengan hati hati.

“aduh Kian kasihan ya, sakit sampe kaya gitu.”, sahut Jodi, rambutnya yang terurai berkibar layaknya bendera merah putih diterpa angin.

“Tapi salahnya Kian juga sih.”, sahut Mark tak mau ketinggalan.

“Eh gimana ini, langsung aja yah.”, Jodi mulai bangkit dari kursinya, dijejalkannya sekali lagi kue kering ke mulutnya.

Shane mengikuti langkah Jodi, sedangkan Mark tetap duduk di tempatnya menikmati kopi di cangkir bundarnya.

“Jodi, hari ini pelajarannya apa?”, Shane tampak ragu menanyakannya, tapi ia juga tidak mau diberikan pelajaran konyol yang sebenarnya ia sudah mengerti sedari dulu.

“Hari ini, aku dulu yang nyetir ya, kamu lihat cara aku nyetirnya, besok kamu yang nyetir, ok?”
Lebih baik dari kemarin, gumam Shane. Ia hanya menggangguk.

“Nah, pertama tama, pasang sabuk pengaman, biar aman.”, jelas Jodi, melakukan hal yang dikatakannya tadi. Shane mengikuti apa yang dilakukan Jodi, memasangkan sabuk pengamannya yang sedikit tersangkut.

Jodi mulai menyalakan mesin, “kresek kresek”, bunyi mesin bobrok terdengar nyaring di telinganya. Jodi pelan pelan mengambil gigi satu, dimajukannya mobil itu pelan pelan. Shane menelan ludah, melirik sedikit Jodi, Jodi tampak tenang, bersiul siul menyanyikan lagu abstrak kesukaannya. Mulanya Jodi memutar mutar mobil itu di alun-alun, sekitar 3 putaran, mungkin, karena setiap mereka melewati Mark, ia selalu berteriak, “putaran satu!!!”, “putaran dua!!!”, dan kalian pasti tau lanjutannya kan?

Jodi berhenti tepat di depan kursi Mark, ia pun berdiri, bertepuk tangan. Shane menyerngit, karna ia bingung, sebenarnya mark bertepuk tangan atas apa …

“Keren jod, keren banget!”, puji mark, menepuk nepuk pundak Jodi.

Shane menyerngit sekali lagi, apanya yang hebat coba? Jodi hanya berputar putar alun alun sebanyak tiga putaran! Huft, dasar aneh, pikir Shane.

“Ok, Shane, sekarang giliranmu.”, kata Jodi mengambil posisi sebangai ‘penumpang’.

Shane mengingat apa yang dilihatnya tadi, masukin kuncinya, masuk gigi satu, dan gas.

Shane menjerit saat menancapkan gas, selang beberapa detik kemudian, mobil berhenti. Jodi ikutan berteriak, tetapi hanya sebentar. “apaan sih Shane?”, Jodi bertanya pada Shane, mukanya sekarang sedikit lebih tegang dari yang tadi.

“Ngga papa, ngga papa, lanjutin lagi lanjutin lagi.”, kata Shane sedikit gagap.

Shane mulai menancapkan gas sekali lagi, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Shane mendengar sebuah bel berbunyi, sepertinya bel sepeda.

“Kring kring”, Shane melihat dari kaca spion yang berada di samping. Itu Kian!

“Shhhhaaanneeee!!!!!”, jerit Kian, tangannya dilambaikan sedemikian rupa.

Shane terkejut setengah mati, ditambahkannya kecepatan mobil, tunggu! Mobil berbalik kea rah belakang, mobilnya berjalan mundur! Shane menjerit, begitu pula Jodi, mark (yang saat itu berjarak beberapa meter dari mobil) juga ikutan menjerit.

Kian tidak mau mengambil resiko, ia tidak mau mati konyol ditabrak mobil murahan seperti itu, maka ia berbelok kea rah truk berisi ayam yang saat itu sedang berjalan pelan.

“Aaaaa…”, jerit Kian, wajahnya sempat mencium tanah, sepedanya tepat terpental kea rah truk berisi ayam itu, membuat kandang kandang di atas truk itu … ambruk.

Semuanya tampak kacau, kendaraan kendaraan di belakang truk berhenti, tidak kecuali Shane yang saat itu masih dalam keadaan yang setengah sadar, menyetir mobil Jodi kebelakang, “Shane! Berhenti!”

Shane terus menjerit, kakinya seraya tak bisa digerakkan, kaku. Shane hanya bisa pasrah, ia hanya bisa menutup matanya.

Mobil tak terkendali itupun menabrak sebuah pohon di dekat Kian berbaring lemah, mobil Jodi berbalik, membuat goresan hebat di atap mobil. Jodi dengan terengah engah merangkak keluar, ia mencoba berdiri, dan kemudian jatuh, tepat di dada Kian yang berbaring lemah, mereka pingsan.

Shane masih berada di dalam mobil, tangannya yang gemetar masih memegang setir mobil yang sudah tak berbentuk, “aku ngga mau nyetir lagi”, jeritnya sambil menangis.

Kejadian tadi membuat ayam ayam yang ditampung di truk lepas, beberapa duduk di tepi jalan menikmati sinar matahari sore, dan beberapa lainnya mengejar Mark yang sedang memeluk erat tiang listrik. “Mamaaaa…..”, jeritnya.

Tamat :)

Comments

Popular posts from this blog

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Re-Hi!

Halo. Aku Ajeng. Sudah 4 tahun berlalu, 900 keturunan tikus berlalu, dan dunia masih belum kiamat semenjak aku terakhir kali buat entri baru di blog ini. Syukurlah masih ada orang yang mau mengunjungi, walau sedetik kemudian mereka langsung tutup tab nya. Aku maklum, sangat maklum. Maka dari itu, setelah menimbang nimbang apakah aku akan melanjutkan menulis di blog atau tidak, setelah aku bilang ke diri aku sendiri, "oke Ajeng, menulis ataupun tidak, tidak ada yang benar benar akan lihat blog kamu." Lalu suara lain berkata, "semua hal yang telah kamu tinggalkan disini, kamu lupa?" Sial, aku jadi terharu. Blog ini bisa dibilang adalah gudang dari seluruh ide dalam kepalaku yang kuubah menjadi bentuk kalimat, menjadi paragraf abstrak kemudian berkembang menjadi sebuah cerita utuh, dengan plot yang berbeda beda. Aku hampir menulis semuanya. Unek unek yang tidak berujung, cerita fiksi yang manis, dan semuanya. Apresiasi tertinggi saat menulis blog ini adalah ...