Hari ini harus udah bisa pegang stir,
gumam Shane, mengingat pelajaran konyol yang diberikan Jodi kemarin.
Kian seoerti biasa menyisir rambutnya
serapi mungkin, dan hari ini kian menambahkan sejenis gel rambut di rambut
pirangnya, pelan pelan sekali sampai mata shane mulai terkatup.
“Ki, uda belom.??”, jerit Shane dari depan
teras, tangannya sudah membawa helm kesayangannya. “Bellomm, dikit lagi … “,
balas suara dari dalam kamar.
Shane terus menunggu, dilihatnya jam
kecil terlilit di tangannya, jam tiga lebih limapuluh Sembilan menit. Wah gawat,
Mark dan adiknya akan meninggalkan mereka kalau mereka tidak segera berangkat.
Shane menjerit sekali lagi, “Cepetannn
kii!!!”, dan jawaban yang sama pun terdengar, “belom, dikit lagi.”
Shane sudah tidak sabar lagi,
diambilnya kunci sepeda motor di dekat kursi teras, dimasukkannya pada lubang
kunci dan dinyalakannlah mesin motor, “jreeennggg….”, suaranya menggelegar,
membuat Kian yang sedang berdandan terkejut.
Kian langsung berlari menuju ke luar
rumah, terlambat, Shane sudah meninggalkannya, “woiiiiiii, tungguiiin akuuuu!!”,
jerit Kian, sambil berlari mengejar motor butut yang dinaiki Shane.
“Dha da kiaaann, ketemu di sana yaaa…”,
kata Shane dari kejauhan, Kian sudah letih, ia bersandar pada sebuah temok
warung yang sedikit kumuh.
“Halo bang Kian … “, sebuah suara
kecil membuat Kian tersentak.
“Eh, icha, halo … “, jawab kian
menyapa, mengangkat tangan kanannya yang berkeringat.
“Kemaren aku ketemu bang Shane loh …”,
katanya dengan nada sombong.
Eh, berarti Shane kemaren kesini,
gumam Kian.
“Bukannya warungnya tutup ya?”, tanya
Kian penasaran. “Iya emang”, jawab Icha.
kian tidak begitu memperhatikan Icha,
matanya sekarang tertuju pada sebuah sepeda berkeranjang sedang bertengger di
depan warung, seraya menunggu tuannya memakainnya. Sesuatu pun terbesit dalam
pikiran Kian.
“It sepedanya boleh abang pake ngga?”,
kata Kian hati hati, menunjuk sepeda khusus cewek di hadapannya itu.
“Iya ngga papa.”, jawab Icha tenang. Tanpa
pikir panjang Kian langsung menaiki sepeda itu, walau tidak pantas, ia
berfikiran buruk kalau tidak sampai ke sana, kesan kedua harus lebih baik dari
pada kesan pertama.
Kian mulai mengayuh sepeda merah itu,
berat, tetapi sadel sepeda cewek lebih empuk dari pada sadel sepeda cowok.
Waktu Kian sudah jauh dari Icha, ia mengerutkan
keningnya, “oh iya tadi aku udah bilang itu punya kk rossie belum ya?” Icha
mencoba mengingatnya sekali lagi, dipegangnya kepala kecilnya dan wajahnya
tampak serius, “aduh, kayaknya belum deh.”
***
“Jadi aku tinggalin aja di rumah … “,
Shane tampak sedikit kesal, mencoba mengangkat gelas teh nya dengan hati hati.
“aduh Kian kasihan ya, sakit sampe
kaya gitu.”, sahut Jodi, rambutnya yang terurai berkibar layaknya bendera merah
putih diterpa angin.
“Tapi salahnya Kian juga sih.”, sahut
Mark tak mau ketinggalan.
“Eh gimana ini, langsung aja yah.”,
Jodi mulai bangkit dari kursinya, dijejalkannya sekali lagi kue kering ke
mulutnya.
Shane mengikuti langkah Jodi,
sedangkan Mark tetap duduk di tempatnya menikmati kopi di cangkir bundarnya.
“Jodi, hari ini pelajarannya apa?”,
Shane tampak ragu menanyakannya, tapi ia juga tidak mau diberikan pelajaran konyol
yang sebenarnya ia sudah mengerti sedari dulu.
“Hari ini, aku dulu yang nyetir ya,
kamu lihat cara aku nyetirnya, besok kamu yang nyetir, ok?”
Lebih baik dari kemarin, gumam Shane. Ia
hanya menggangguk.
“Nah, pertama tama, pasang sabuk
pengaman, biar aman.”, jelas Jodi, melakukan hal yang dikatakannya tadi. Shane
mengikuti apa yang dilakukan Jodi, memasangkan sabuk pengamannya yang sedikit
tersangkut.
Jodi mulai menyalakan mesin, “kresek
kresek”, bunyi mesin bobrok terdengar nyaring di telinganya. Jodi pelan pelan
mengambil gigi satu, dimajukannya mobil itu pelan pelan. Shane menelan ludah,
melirik sedikit Jodi, Jodi tampak tenang, bersiul siul menyanyikan lagu abstrak
kesukaannya. Mulanya Jodi memutar mutar mobil itu di alun-alun, sekitar 3
putaran, mungkin, karena setiap mereka melewati Mark, ia selalu berteriak, “putaran
satu!!!”, “putaran dua!!!”, dan kalian pasti tau lanjutannya kan?
Jodi berhenti tepat di depan kursi
Mark, ia pun berdiri, bertepuk tangan. Shane menyerngit, karna ia bingung,
sebenarnya mark bertepuk tangan atas apa …
“Keren jod, keren banget!”, puji mark,
menepuk nepuk pundak Jodi.
Shane menyerngit sekali lagi, apanya
yang hebat coba? Jodi hanya berputar putar alun alun sebanyak tiga putaran! Huft,
dasar aneh, pikir Shane.
“Ok, Shane, sekarang giliranmu.”, kata
Jodi mengambil posisi sebangai ‘penumpang’.
Shane mengingat apa yang dilihatnya
tadi, masukin kuncinya, masuk gigi satu, dan gas.
Shane menjerit saat menancapkan gas,
selang beberapa detik kemudian, mobil berhenti. Jodi ikutan berteriak, tetapi
hanya sebentar. “apaan sih Shane?”, Jodi bertanya pada Shane, mukanya sekarang
sedikit lebih tegang dari yang tadi.
“Ngga papa, ngga papa, lanjutin lagi
lanjutin lagi.”, kata Shane sedikit gagap.
Shane mulai menancapkan gas sekali
lagi, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Shane mendengar sebuah bel
berbunyi, sepertinya bel sepeda.
“Kring kring”, Shane melihat dari kaca
spion yang berada di samping. Itu Kian!
“Shhhhaaanneeee!!!!!”, jerit Kian,
tangannya dilambaikan sedemikian rupa.
Shane terkejut setengah mati,
ditambahkannya kecepatan mobil, tunggu! Mobil berbalik kea rah belakang,
mobilnya berjalan mundur! Shane menjerit, begitu pula Jodi, mark (yang saat itu
berjarak beberapa meter dari mobil) juga ikutan menjerit.
Kian tidak mau mengambil resiko, ia
tidak mau mati konyol ditabrak mobil murahan seperti itu, maka ia berbelok kea
rah truk berisi ayam yang saat itu sedang berjalan pelan.
“Aaaaa…”, jerit Kian, wajahnya sempat
mencium tanah, sepedanya tepat terpental kea rah truk berisi ayam itu, membuat kandang
kandang di atas truk itu … ambruk.
Semuanya tampak kacau, kendaraan
kendaraan di belakang truk berhenti, tidak kecuali Shane yang saat itu masih
dalam keadaan yang setengah sadar, menyetir mobil Jodi kebelakang, “Shane! Berhenti!”
Shane terus menjerit, kakinya seraya
tak bisa digerakkan, kaku. Shane hanya bisa pasrah, ia hanya bisa menutup
matanya.
Mobil tak terkendali itupun menabrak
sebuah pohon di dekat Kian berbaring lemah, mobil Jodi berbalik, membuat
goresan hebat di atap mobil. Jodi dengan terengah engah merangkak keluar, ia
mencoba berdiri, dan kemudian jatuh, tepat di dada Kian yang berbaring lemah,
mereka pingsan.
Shane masih berada di dalam mobil,
tangannya yang gemetar masih memegang setir mobil yang sudah tak berbentuk, “aku
ngga mau nyetir lagi”, jeritnya sambil menangis.
Kejadian tadi membuat ayam ayam yang
ditampung di truk lepas, beberapa duduk di tepi jalan menikmati sinar matahari
sore, dan beberapa lainnya mengejar Mark yang sedang memeluk erat tiang
listrik. “Mamaaaa…..”, jeritnya.
Tamat :)
Comments
Post a Comment
Komentar anda adalah suatu yang berharga ...