“Jadi, kau benar benar mau pergi ?”, air mata membasahi mata Syifa,
tanggannya gemetar ngga karuan.
Tangan Mark mulai naik, mengusap
air mata Syifa yang masih belum berhenti, “Aku harus.”, katanya pelan, melihat
dalam mata Syifa yang berwarna hitam pekat, laksana langit di malam hari, gelap
tanpa bintang.
Syifa tidak bisa berhenti menangis
, tangan kecilnya sudah tidak bisa menampung air matanya, pelukan hangat Mark bahkan
belum bisa menghentikan tangisan Syifa.
“Syifa kau jangan menangis, biar
aku saja yang menangis, aku tak mau mata indahmu menjadi lebam.”, ujar Mark,
dengan nada suaranya yang lembut, membuat air mata Syifa semakin deras.
“Ih cerita apaan itu de’ ngga
ngerti deh kaka.”, Olin tiba tiba muncul di samping mark, mengomentari cerita romantic
yang baru dibuat adik kecilnya itu.
“Ini ntar cowonya mau pergi, trus
cewenya ngga bisa hidup tanpa si cowo, dan akhirnya dia bunuh diri. Baguskan ?”,
jawab Mark, sambil melihat tulisan
tangannya yang masih ancur ancuran.
“Ih, kamu kecil kecil sadis ya,
ngga heran mesti ada tikus mati di depan kamar kamu.”
“wow o itu bukan aku, itu kan
kucingnya kaka sendiri yang nangkep tikusnya, lagipula aku kan udah SMP masa
dibilang anak kecil?”, kata Mark ketus. Serasa tidak terima kakaknya
mengoloknya seperti itu.
“Tuh kan anak kecil sukanya marah
marah. Week”, kata Olin mengambil posisi siap berlari.
Mark juga dalam posisi siap
berlari, bahkan sudah hampir mencekam perut kakaknya yang gendut, membuat Olin
susah berlari. Kejar kejaran pun dimulai, diikuti kucing kampong lucu milik
kakak Mark, Chiko. Mereka semua berlari menyusuri dapur, dengan bau ayam goreng
yang membuat Mark berhenti dan mulai menghampiri wajan besar berisi lusinan
potong ayam.
“Bunda, nanti aku dapet pahanya
yah. Itu yang besar buat aku yang kecil buat kak olin.”, kata Mark sambil
menggoyang goyangkan ibunya.
“enak aja, anak kecil kaya kamu
harusnya yang makan yang dikit, biar ngga gemuk.”
“kayak k olin ??”
“iya kayak k… apa?? Maaaarrkkkk!!!”
Kejar kejaranpun dilanjutkan, Bunda
mereka hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya, membiarka rambut hitamnya
yang terurai bergoyang sedikit.
“Ayam goreng reyah sudah
siaaaappppp…”, bunda Rossie sudah berteriak dari dapur, membawa serta sebuah
piring besar berisi potongan ayam yang sudah digoreng tadi.
“kak kejar kejarannya kapan kapan
aja yah. Mau makan dulu.”, kata Mark sambil tersengal sengal, memegang perutnya
yang sakit dan panas.
“iya kakak juga yuk.”, jawab Olin
menggandeng tangan Mark dan membawanya masuk ke dapur.
cie. hahaha
ReplyDeleteapaan cie cie mulu perasaan -_____-
ReplyDelete