Kian bengong, menurunkan kacamata hitamnya, menunjukkan mata birunya yang indah.
“Hai juga sis …”, sapa Shane, mengangkat tangannya seraya ingin menjabat tangan Jodi, tapi Kian menempisnya, “dia punya aku …”
Shane menyerngit, melirik Kian gemas.
“Ok, kita mulai aja Shane, yuk.”, Jodi mengajak Shane kea rah mobil putih murahan di dekat lapangan parker.
“Jelek sekale … “, saut Shane, sebellum ia meletakkan diri di jok depan.
“Kalau nabrak kan ngga terlalu sayang, kamu kan masih junior Shane … “, jelas Jodi singkat. Shane mengganggkat alisnya, perkataan Jodi hampir sama dengan perkataan Kian.
“Ok, sebelum mulai, kamu harus tau bagian bagian mobil … perhatiin yah, ini namanya setir.”, jelas Jodi, menggangkat tangannya dan diletakkannya pada setir mobil, melirik Shane yang sedikit lugu.
“Nah, yang itu aku tau Jod. Aku juga pernah belajar di TK.”, pungkas Shane.
“Oh gitu, ya udah, nah yang kamu dudukin sekarang namanya jok mobil, jok mobil itu harus nyaman, kalau ngga bisa bisa si supir kehilangan konsentrasi saat mengendarai mobil …. “
Shane tidak begitu memperhatikan Jodi, hari itu Jodi hanya bolak balik memutari mobil untuk memberitau Shane apa saja komponen yang ada di dalam mobil, dan jujur saja, Shane sempat hampir tertidur karna celotehan Jodi.
Dua jam telah berlalu, Jodi (akhirnya) mensudahi pelajaran menyetir mereka, mereka pun pergi ke warung dekat lapangan parker mobil, dimana Mark dan Kian ada di sana.
“Woi, bro gimana pelajarannya? Serukah?”, tanya Kian, dengan mulut penuh roti kering.
“Ah, asik banget Ki”, ujar Shane berbohong, ia tidak ingin Kian kecewa dengan mulut ember gebetannya tersebut.
“Jodi emang hebat, aku aja diajarin ama dia …”, ujar Mark, memeluk Jodi dengan sebelah tangannya.
“Diajarin nyetir mobil?”
“Diajarin matematika, Ki”
Shane tertawa, begitupula Kian. “Apa yang lucu?”, ujar Mark kebingungan.
“Udah ah, kita pulang dulu yah.”, ujar Shane yang masih menahan tawa.
“Jangaaan, masih mau disini.”, Kian meringis, menarik narik tangan Shane dengan kasar.
“Kalau gitu bayar hutangmu.”
Kian terdiam, matanya mulai terlihat merah, “iya iya deh.”, ujar Kian.
Shane melesat ke sepeda motor butut milik Kian, memasangkan helm SNI merah yang penuh stiker di kepala kecilnya sambil menunggu Kian yang masih berpamitan dengan Jodi dan Mark.
Sesampainya di kost-kost-an, seperti biasa mereka tidur tiduran di kasur tepat menghadap tv kecil dengan banyak channel perang semut di dalamnya. Channel satu, dua, tiga, perang semut semua, empat, lime, nah ini dia!
Ada satu channel yang memamerkan mobil hijau kemarin beserta cewek aduhai yang sama persis dengan kemarin.
“Asem, kenapa sih iklan ini ada lagi?”, ujar Kian kesal.
“emang kenapa sih, namanya juga cari duit.”, Shane mendongak, melihat Kian yang maju ke depan melototin tv bergambar wanita aduhai tadi.
“Soalnya cewe tuh ngingetin aku ama adenya Mark.”
“Jodi?”, Shane terperanggah, matanya menatap Kian dalam dalam. “Ciye …”
“Apa? Salah kalo suka sama cewe?”
“Ngga sih, aku malah seneng banget, artinya kamu bukan homo.”
“Jadi sebelumnya kamu pikir aku homo?”, Kian terkejut, kalo ini Shane membuatnya jengkel.
“Aku ngga ngomong ya … “
Kian mendorong Shane ke lantai, membuat Kian menindih tubuh Shane,”Ki, ki ki,, kamu apain aku?”
Kian mengambil majalah bobo kesukaan Shane dan memukulkannya di kepala Shane, berkali kali sampai Shane menggeliat ingin keluar. Percuma, kaki Kian dengan rapat mengunci pergelangan kaki Shane.
Mau tidak mau Shane harus melawan Kian, tanggannya yang tidak terkunci memukul pipi Kian, meleset! Shane mencoba lagi, tapi Kian terus memukulkan majalah bobo ke kepala Shane, mereka berguling guling ke seluruh ruangan, vas bunga keramik pun jatuh, pecah, dan mengenai kaki Shane. Berdarah, kaki Shane berdarah, tapi Shane tetap bertahan. “Ki, stoop!”, pekiknya.
Kian mulai berhenti memukuli Shane, tapi tetap dalam posisi menghadap satu sama lain. Mereka terdiam sebentar, sampai Rossi pun datang.
“Ki, Shane, aku mau kasih ro … “, Rossie terkejut, tanggannya yang membawa setoples roti kering mendadak kaku.
Kian dan Shane mengarahkan pandangan ke rossie, dan cepat cepat menarik satu sama lain mundur. Shane merapikan bajunya yang kusut, dan Kian merapikan rambutnya yang acak acakan.
“Aku ngga berniat ganggu, terusin aja …”, ujar Rossie, meletakkan setoples roti kering itu, lalu pergi.
Kian dan Shane terdiam, sambil memperhatikan kepergian Rossie.
“Dasar homo.”, batin Rossie.
Comments
Post a Comment
Komentar anda adalah suatu yang berharga ...