Skip to main content

Mobil Baru, ya Pacar Baru (part 2)


Kian bengong, menurunkan kacamata hitamnya, menunjukkan mata birunya yang indah.


“Hai juga sis …”, sapa Shane, mengangkat tangannya seraya ingin menjabat tangan Jodi, tapi Kian menempisnya, “dia punya aku …”


Shane menyerngit, melirik Kian gemas.


“Ok, kita mulai aja Shane, yuk.”, Jodi mengajak Shane kea rah mobil putih murahan di dekat lapangan parker.


“Jelek sekale … “, saut Shane, sebellum ia meletakkan diri di jok depan.


“Kalau nabrak kan ngga terlalu sayang, kamu kan masih junior Shane … “, jelas Jodi singkat. Shane mengganggkat alisnya, perkataan Jodi hampir sama dengan perkataan Kian.


“Ok, sebelum mulai, kamu harus tau bagian bagian mobil … perhatiin yah, ini namanya setir.”, jelas Jodi, menggangkat tangannya dan diletakkannya pada setir mobil, melirik Shane yang sedikit lugu.


“Nah, yang itu aku tau Jod. Aku juga pernah belajar di TK.”, pungkas Shane.


“Oh gitu, ya udah, nah yang kamu dudukin sekarang namanya jok mobil, jok mobil itu harus nyaman, kalau ngga bisa bisa si supir kehilangan konsentrasi saat mengendarai mobil  …. “


Shane tidak begitu memperhatikan Jodi, hari itu Jodi hanya bolak balik memutari mobil untuk memberitau Shane apa saja komponen yang ada di dalam mobil, dan jujur saja, Shane sempat hampir tertidur karna celotehan Jodi.


Dua jam telah berlalu, Jodi (akhirnya) mensudahi pelajaran menyetir mereka, mereka pun pergi ke warung dekat lapangan parker mobil, dimana Mark dan Kian ada di sana.


“Woi, bro gimana pelajarannya? Serukah?”, tanya Kian, dengan mulut penuh roti kering.


“Ah, asik banget Ki”, ujar Shane berbohong, ia tidak ingin Kian kecewa dengan mulut ember gebetannya tersebut.


“Jodi emang hebat, aku aja diajarin ama dia …”, ujar Mark, memeluk Jodi dengan sebelah tangannya.


“Diajarin nyetir mobil?”


“Diajarin matematika, Ki”


Shane tertawa, begitupula Kian. “Apa yang lucu?”, ujar Mark kebingungan.


“Udah ah, kita pulang dulu yah.”, ujar Shane yang masih menahan tawa.


“Jangaaan, masih mau disini.”, Kian meringis, menarik narik tangan Shane dengan kasar.


“Kalau gitu bayar hutangmu.”


Kian terdiam, matanya mulai terlihat merah, “iya iya deh.”, ujar Kian.


Shane melesat ke sepeda motor butut milik Kian, memasangkan helm SNI merah yang penuh stiker di kepala kecilnya sambil menunggu Kian yang masih berpamitan dengan Jodi dan Mark.


Sesampainya di kost-kost-an, seperti biasa mereka tidur tiduran di kasur tepat menghadap tv kecil dengan banyak channel perang semut di dalamnya. Channel satu, dua, tiga, perang semut semua, empat, lime, nah ini dia!


Ada satu channel yang memamerkan mobil hijau kemarin beserta cewek aduhai yang sama persis dengan kemarin.


“Asem, kenapa sih iklan ini ada lagi?”, ujar Kian kesal.


“emang kenapa sih, namanya juga cari duit.”, Shane mendongak, melihat Kian yang maju ke depan melototin tv bergambar wanita aduhai tadi.


“Soalnya cewe tuh ngingetin aku ama adenya Mark.”


“Jodi?”, Shane terperanggah, matanya menatap Kian dalam dalam. “Ciye …”


“Apa? Salah kalo suka sama cewe?”


“Ngga sih, aku malah seneng banget, artinya kamu bukan homo.”


“Jadi sebelumnya kamu pikir aku homo?”, Kian terkejut, kalo ini Shane membuatnya jengkel.
“Aku ngga ngomong ya … “


Kian mendorong Shane ke lantai, membuat Kian menindih tubuh Shane,”Ki, ki ki,, kamu apain aku?”


Kian mengambil majalah bobo kesukaan Shane dan memukulkannya di kepala Shane, berkali kali sampai Shane menggeliat ingin keluar. Percuma, kaki Kian dengan rapat mengunci pergelangan kaki Shane.


Mau tidak mau Shane harus melawan Kian, tanggannya yang tidak terkunci memukul pipi Kian, meleset! Shane mencoba lagi, tapi Kian terus memukulkan majalah bobo ke kepala Shane, mereka berguling guling ke seluruh ruangan, vas bunga keramik pun jatuh, pecah, dan mengenai kaki Shane. Berdarah, kaki Shane berdarah, tapi Shane tetap bertahan. “Ki, stoop!”, pekiknya.


Kian mulai berhenti memukuli Shane, tapi tetap dalam posisi menghadap satu sama lain. Mereka terdiam sebentar, sampai Rossi pun datang.


“Ki, Shane, aku mau kasih ro … “, Rossie terkejut, tanggannya yang membawa setoples roti kering mendadak kaku.


Kian dan Shane mengarahkan pandangan ke rossie, dan cepat cepat menarik satu sama lain mundur. Shane merapikan bajunya yang kusut, dan Kian merapikan rambutnya yang acak acakan.


“Aku ngga berniat ganggu, terusin aja …”, ujar Rossie, meletakkan setoples roti kering itu, lalu pergi.


Kian dan Shane terdiam, sambil memperhatikan kepergian Rossie.


“Dasar homo.”, batin Rossie.

Comments

Popular posts from this blog

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Mobil Baru, ya Pacar Baru (ending)

Hari ini harus udah bisa pegang stir, gumam Shane, mengingat pelajaran konyol yang diberikan Jodi kemarin. Kian seoerti biasa menyisir rambutnya serapi mungkin, dan hari ini kian menambahkan sejenis gel rambut di rambut pirangnya, pelan pelan sekali sampai mata shane mulai terkatup. “Ki, uda belom.??”, jerit Shane dari depan teras, tangannya sudah membawa helm kesayangannya. “Bellomm, dikit lagi … “, balas suara dari dalam kamar. Shane terus menunggu, dilihatnya jam kecil terlilit di tangannya, jam tiga lebih limapuluh Sembilan menit. Wah gawat, Mark dan adiknya akan meninggalkan mereka kalau mereka tidak segera berangkat. Shane menjerit sekali lagi, “Cepetannn kii!!!”, dan jawaban yang sama pun terdengar, “belom, dikit lagi.” Shane sudah tidak sabar lagi, diambilnya kunci sepeda motor di dekat kursi teras, dimasukkannya pada lubang kunci dan dinyalakannlah mesin motor, “jreeennggg….”, suaranya menggelegar, membuat Kian yang sedang berdandan terkejut. Kian langs...

Re-Hi!

Halo. Aku Ajeng. Sudah 4 tahun berlalu, 900 keturunan tikus berlalu, dan dunia masih belum kiamat semenjak aku terakhir kali buat entri baru di blog ini. Syukurlah masih ada orang yang mau mengunjungi, walau sedetik kemudian mereka langsung tutup tab nya. Aku maklum, sangat maklum. Maka dari itu, setelah menimbang nimbang apakah aku akan melanjutkan menulis di blog atau tidak, setelah aku bilang ke diri aku sendiri, "oke Ajeng, menulis ataupun tidak, tidak ada yang benar benar akan lihat blog kamu." Lalu suara lain berkata, "semua hal yang telah kamu tinggalkan disini, kamu lupa?" Sial, aku jadi terharu. Blog ini bisa dibilang adalah gudang dari seluruh ide dalam kepalaku yang kuubah menjadi bentuk kalimat, menjadi paragraf abstrak kemudian berkembang menjadi sebuah cerita utuh, dengan plot yang berbeda beda. Aku hampir menulis semuanya. Unek unek yang tidak berujung, cerita fiksi yang manis, dan semuanya. Apresiasi tertinggi saat menulis blog ini adalah ...