“Sial!”, Kian menyerngit,
mengambil dompet di saku belakang jeans ketatnya dan mengambil beberapa lembar
uang kertas berwarna merah. “Segini cukup kan?”
Orang yang ada di depan Kian
menggangguk, sambil menerima uang itu, dan langsung pergi.
“Lumayan loh, aku aja butuh tiga
ratus kalo ada polisi yang aku sogok.”, Shane mulai berkata di belakang Kian.
“Polisi gendeng itu namanya.”,
Kian mulai ngambek, tapi apa boleh buat, dari pada harus masuk ke kantor
polisi.
“Lagian kamu ngebut amat
jalannya, kan kamu termasuk ‘pengendara motor junior’ “, kata Shane.
Kian tidak menjawab,
dimasukkannya gigi satu, kemudian di gas nya pelan pelan.
Jalan di situ tidak cukup mulus,
aspalnya sudah mulai bolong, apalagi aspal di bagian pertigaan jalan sudah
benar benar parah, banyak kecelakaan terjadi di sana, tidak sampai meninggal
sih.
Kian mulai menaikkan angka di speedometer
menjadi 40, melewati beberapa kendaraan kendaraan kecil dan pepohonan yang
berbaris di pinggir jalan.
“Eh, pelan pelan dong, mau di
tilang lagi?”, kata Shane mengingatkan Kian.
“Batas maksimum kan 40, ini
normal, tenang aja.”
“Kamu kan junior”
“Mau junior bulan juni, bulang
apa kek, sama aja, lagian tadi itu kan ngga sengaja.”
“Ngga sengaja? Kamu mau
kehilangan 100 ribu lagi?”
“Kan uang nya punya kamu Shane,
jadi aku tenang tenang aja sih.”
Shane terkejut, ia ingat kemarin
malam Kian meminjam uangnya dengan alasan untuk bayar uang kost.
Shane menjerit, membuat Kian
terpaksa berhenti di pinggir jalan yang lumayan sepi, “Jangan teriak teriak
nape?”
“Ki, kamu kurang ajar banget ya,
kembaliin uangku!”
“Kan aku bilangnya mau kembaliin
bulan depan…”
“Iya, bulan depan kamu bilang ‘bulan
depan ya ki’ , bulan selanjutnya kamu bilang itu lagi …”
“Namanya juga anak kost.”, kata
Kian (dengan polosnya) sambil melipat kedua tangannya kedepan.
Shane tidak mau membantah, sudah
cukup banyak tenaga yang dikeluarkannya hari ini.
Mereka pulang ke kost-kost-an
mereka, melempar dirinya sendiri ke kasur putih yang keras. Shane meraih remot
tv di atas meja, menyetel tv kecil yang bertengger di atas lemari baju.
Awalnya hanya suara, makin lama
makin kelihatan, mobil berwarna hijau dan pengendara aduhai dipamer pamerkan di
hadapan mereka.
“Ih lihat cewenya cakep banget.”,
kata Kian, mendekati tv kecil itu.
“Ih, lihat deh mobilnya cakep
juga.”, kata Shane ngga mau kalah.
Kian melirik Shane kesal,
ditambahkannya lagi, “Kapan aku punya cewe kaya gitu.”
“Kapan aku punya mobil kaya gitu.”,
Shane benar benar membuat kesal Kian, sehingga Kian mengalihkan pembicaraan.
“Kayaknya mobil kaya gitu murah
banget.”, celetuk Kian, membuat Shane terperanggah mendengar perkataan Kian.
“Emang berapa?”
“paling cuman 70 juta”
“Wuih, murah ya, dicicil setaon
paling udah lunas.”
“Kamu pengen beli?”
“Iya, ih pengen banget Ki.”
“Kamu bisa nyetir emangnya?”
Jleb, Shane berfikir sjenak, Kian
benar juga, apa gunanya punya mobil tapi ngga bisa nyetir.
“Ngga bisa sih, eh Ki, cariin
orang dong, buat ngajarin aku.”
“Hmm, bentar bentar, kayaknya aku
punya kenalan deh, bentar ya, aku telfon dulu.”
Kian mengambil ponsel di sakunya,
mengetik beberapa nomor dan mulai menaruh ponselnya di telinganya. Kian mulai
berbicara, cukup lama, Shane hanya bisa mendengar beberapa kalimat yang
terputus putus.
“ … ha? Sodara kamu? …. Iya deh
ngga papa yang penting bisa ngajarin shane … ok aku tunggu”
Kian mulai kembali masuk ke
kamarnya, mendekati Shane, terdiam sebentar, dans edetik kemudian berteriak, “BESOK
JAM EMPAT SORE KE ALUN ALUN!”
“Buat apa?”
“Belajar nyetirrr… yang ngajar
cewe loh.”
“Waawawawawa, okedeh besok jam
empat aku ngga ada acara kok , aku bakal ke sana, makasih banget ya Ki, kadang
kamu nyebelin , kadang kamu juga baik, makasih banget ki”
“Iya iya, tapi aku ikut yah.”
“Ngapain?”
“Terserah aku lah.”
Shane tidak peduli, pokoknya impiannya
dapet mobil hijau beserta keahliannya harus terwujud.
Jam sudah menunjuk ke angka
empat, Shane dan Kian sudah sangat siap, bahkan Kian memakai sesuatu yang
berbeda hari ini.
“Ki, tumben kamu pake kacamata,
rambut kamu diapain tuh? Kamu pakai parfum?”
“Udah, yuk berangkat”
Kian dengan semangatnya mengambil
motor bobrok di halaman depan.
Alun alun tamoak sepi, hanya ada
beberapa kendaraan kecil, becak, dan yang paling unik adalah sepeda galau
dengan lampu yang menyala nyala.
Sampai! Sekarang mereka ada di
halaman utama alun alun, dan disana terlihat seseorang melambaikan tangannya.
“Kiiii!!!”, itu Mark, dengan
seorang wanita di dekatnya.
Shane dan Kian berlari kea rah mereka,
saling berpandangan sebelum memulai pembicaraan.
“Ini ade aku, Jodi.”
“Hai.”, sapa Jodi, senyumnya
tulus sekali, cantik, pikir Kian.
Comments
Post a Comment
Komentar anda adalah suatu yang berharga ...