Skip to main content

Wanita Biru


Tanggal 16 Maret 2013, sekitar jam 3 sore, saat angin sedang bertiup sangat kencang.

Aku tak melakukan apapun dari pulang sekolah di hari itu, makanpun tidak, sampai akhirnya aku putuskan untuk menjadi ‘Melody wannabe’ di kamar.

Entah berapa kali aku putar video JKT48 nari nari Heavy Rotation, ada lima kali mungkin. Dan semua itu aku ikuti gerakannya. Nggak malu jeng? Ya nggak lah, ngapain malu, cuman ada aku dan dua anjingku disana. Kakakku seperti biasa main ndak jelas dengan temannya, dan yang lainnya hilang entah kemana. Jangan tanya kenapa aku tidak peduli.

Kemudian setelah putaran ke lima selesai, handphone nokia e71ku bergetar, ada sms masuk. Dari adik kelas, namanya Aulin, yang lucu dari aku dan dia adalah, dia mengenalku sudah hampir lama, sedangkan aku baru tau namanya sehari sebelum hari ini, Jumat. Saat temannya yang nggak aku kenal menyapanya. Kukira namanya Linda atau Carolin. Lin pokoknya yang aku tau. Hehe, aku bukan pengingat yang keren.

“Kak cpt. Aku nggak ada tmn.”, singkat, padat, jelas. Tapi kalimat itu membuatku benar benar bingung setengah mati. Aku berfikir keras dalam mencerna kalimat itu. Oh ya, jam empat ada diklat PMR. Sudah sebulan lebih acara itu direncanakan, dan sempat diundur karena … sesuatu.

Aku cepat cepat mengingat kembali barang barang yang akan aku bawa. Peralatan mandi, buku –jangan buku, bikin berat tasnya-, dan tali pramuka. Jeder, aku nggak punya tali pramuka. Uangku sedikit sekali sampai sampai aku nggak jajan selama seminggu. Tunggu, aku les aja dulu, trus pinjem punya Riza –tetanggaku yang paling over- , pikirku sedetik seperempat kemudian.

Nggak papa telat dikit, toh pasti bakal ngerti. Dan lagipula aku bakal ke gereja setelah les, jadi ditelat telatin aja terus. Hehe.

Jam Empat tepat, waktunya berangkat les, aku menyiapkan buku buku yang penting ke dalam tas. Selesai! Aku mengambil sepeda bututku dan kemudian meluncur ke tempat les. Telat lima menit, taka pa, itu sudah menjadi kebiasaanku. Dan aku punya alasan logis untuk itu. Agar semua orang memperhatikanku saat aku masuk ke kelas nanti.

“Riza!”, sapaku pada temanku yang paling punya tali pramuka, dan rumahnya dekat sekali dengan rumahku sehingga memudahkanku untuk meminjam, “aku boleh pinjam tali pramuka?”

Riza menjerit dan memukul jidatnya sendiri setelah itu, “aduh!”

“Aku nggak punya  jeng!”, lanjut Riza. Saat itu mungkin aku perlu terong atau penutup mulut agar tidak menjerit.
Ok ok tenang. Jangan terulang kembali masalah tragedy duaratusrupiah-ku, ini hanya masalah sepele kan? Bisa pinjam uang atau semacamnya?

Setelah les selesai, aku nekat pinjam uang ke Riza, untunglah dia punya uang. Dia memberiku sepuluhribu rupiah. Aku bilang padanya mungkin nanti bulan depan baru kukembalikan. Aku berharap kepalanya terbentur dan melupakan tentang pinjamanku itu. Jangan jangan jangan, dia satu satunya teman yang nyambung kalo diajak ngobrol.

Masih ada sejam lagi sebelum ke gereja, aku beli tali pramuka sepanjang sepuluh meter seharga enamribu rupiah. Dan kemudian, aku langsung pergi ke gereja.

Belum selesai pendeta membacakan firman Tuhan, aku merasa kayaknya sudah kemaleman, aku harus ikut diklat. Diklat atau ndengerin Pendeta? Setan di dalam hatiku menang, dan akhirnya aku langsung capcus di sekolah, tempat diklat dilaksanakan.

Ok, hari sudah gelap, dan ruangan di sebelah utara sekolah benar benar tak bercahaya, seperti ruangan ruangan di sebelah selatan sekolah. Sekilas aku melihat seorang wanita bergaun putih kebiru biruan menatapku lurus. Halah, mungkin cuman mau kenalan sama aku, aku kan cantik; pikirku.

Kemudian aku mendekati tempat yang bercahaya, banyak orang orang disana, tak terkecualu Aulin. P.s. aku harus scroll ke atas untuk mengingat nama Aulia, yaampun maafin aku dede tersayang. Aku benar benar sangat pelupa.

Sebelum masuk ke dalam ruangan penuh cahaya dan orang asli itu Madam Hartiyah ada disana, melihatku dengan sedikit bingung. “Baru dateng?”, dua kata yang bikin aku gelagapan.

“Barusan ke … eng”

Sebelum kuselesaikan kalimatku Madam Hartiyah menyuruhku masuk dan makan dulu.

Ada soto, dan sedus roti pisang coklat. Aku makan sotoku dan berkumpuldengan teman temanku, sekdar menanyakan apa yang harus aku lakukan, dan kegiatan apa saja yang aku lewatkan. Katanya aku hanya melewatkan upacara melelahkan, untung saja. Kemudian aku harus memakai kaos PMR dan memakai sepatu, karena setelah ini kata mereka akan ada pengajaran tentang membuat tenda dan cara menggunakan mitela, kitela, ahh itulah.

Dengan bangganya aku membawa taliku itu ke tengah kerumunan, dan ternyata Aulin juga membawa tali. Kenapa tadi aku beli? Mending kalo tu uangku, lha ini? Uang nya Riza!

Aku kesal sekali waktu itu, sampai Aulin menemaniku duduk di lapangan upacara yang gelap dan pandangan Aulin yang jauh lebih supernatural dari aku. Dia bilang banyak kerumunan di depan ruang TIK, aku hanya bisa bilang ‘biarin aja’. Toh kita nggak ngganggu kan?

Kemudian ada sebuah kejadian yang sangat mengejutkan, kala itu Aulin dan kawan kawanku yang lain berada di dalam ruangan, sedangkan aku diluar, sedang menelepon kak Wundari, menanyakan kabarku saja.
Sebuah benda, mungkin meteor, berwarna biru di kepalanya, dan hijau di ujungnya meluncur dari arat timur ke barat. Cepat sekali. Awalnya aku pikir itu meteor, dan sampai kepikiran itu UFO. Dan yang paling parah lagi mungkin itu wanita yang sama dengan yang kulihat pertama masuk sekolah tadi. Seorang wanita bergaun putih kebiru biruan.

Aku langsung ke dalam dan mematikan teleponku, aku menanyakan pada masing masing anak cewek apakah ada yang melihat benda itu tadi?

Nggak ada yang lihat, padahal benda itu benar benar sangat besar, sebesar pohon jati yang masih sekitar 4-5 tahunan kalau di tegakkan. Indah sekali benda itu, aku seakan akan ingin mencoba membalik waktu dan merekamnya, menguploadkannya ke youtube dan semoga saja jadi artis youtube. Hehe.

Kemudian aku melihat wanita itu lagi, sekarang ia berdiri jauh di atas tiang listrik sekolah. Aku harus menyipitkan mataku agar dapat melihatnya dengan jelas. Wanita bergaun itu pandangannya lurus ke depan, gaunnya penuh dengan lumut, mungkin itulah yang membuat warna birunya. Dan dia tidak benar benar menapakkan kakinya di tiang listrik itu.

Kemudian ‘ia’ berbalik dan menjatuhkan dirinya sendiri ke bawah. Aku melihatnya dengan jelas, kepalanya hancur berkeping keeping, tapi nggak ada setetespun darah yang keluar dari kepalanya. Aku mendekati ‘itu’. Kemudian seketika itu juga hilang. Aku kembali ke sarangku, ke kelas. Dan aku melihat wanita itu lagi, berdiri di tiang listrik, berbalik badan, dan menjatuhkan dirinya sendiri. Begitu terus sampai jam sebelas malam, saat aku bersiap siap untuk tidur.

Bukannya aku ketakutan, tapi aku nggak enak sama ‘itu’. Kayaknya dia minta pertolonganku, tapi apa yang bisa kulakukan?

Sebelum tidur, aku makan roti isi pisang dan coklat itu dua bungkus. Aku lapar, memang. Kemudian aku jatuh tertidur.

Keesokan harinya, tepatnya jam setengah lima subuh, seseorang memukulku dengan kain. Itu Nimas, mencoba membangunkanku. Aku bangun dengan setengah nyawa, dan lagi lagi makan roti isi pisang dan coklat kemarin. Enak sekali asal tau saja. Dan sebenarnya setiap anak hanya mendapatkan satu roti, dan aku sudah mengambil tiga. Oh ayolah, pasti di antara tigapuluh satu anak disini ada yang nggak suka pisang dan coklat?
Aku bersiap untuk mencuci mukaku, guru Pembina tidak memperbolehkan kami mandi, mungkin karena nanti akan olahraga dulu. Aulia dan aku menunggu di lapangan upacara yang memiliki sisi tinggi. Aulia bilang ia melihat seorang wanita bergaun sedang duduk di depan kelas, tangannya dilipat rapi ke pahanya, dan katanya dia cantik luar biasa. Kalau masalah wajah dan penampilan aku sudah hampir terbiasa.

Sebenarnya wanita tersebut sudah lama menginkutiku, tapi hari ini adalah yang paling parah. Dia terus menerus menampakkan dirinya sendiri. Berani sekali!, pikirku. 
Dan omong omong aku sudah mengkonsumsi empat roti itu.

Dan sampai sekarang, di depan computer saat ini, aku belum tau apa keinginan wanita tersebut. Dan bahkan saat aku menulis ini, di depan jendela kamarku, di samping gudang, wanita itu berdiri dengan tangan terlipat ke depan, tersenyum, dan mengarahkan pandangannya persis di mataku.

Comments

Popular posts from this blog

Tragedi Duaratus Rupiah

Minggu, 25 November 2012 Kalau bukan karena Fani yang ajak aku ke bioskop satu satunya di kotaku, mungkin aku ngga bakal jantungan cuman gara gara uang koin. Waktu itu musim hujan, walau tidak hujan, awan hitam bagai atap rumah dunia, pekat sekali. Dan bikin aku sukses mandi keringat, belum lagi aku harus mengayuh sepedah beserta beban seorang Fani di belakang, sudah begitu jarak antara rumah dan bioskop kurang lebih, hhmm... yah sekitar dua kilometer.  Sampai ditengah jalan, atau lebih tepatnya seperempat perjalanan, aku baru ingat sesuatu, ini hari Minggu kan?? Nah, masalahnya jalan raya persis depan gedung bioskop ditutup, karena seperti biasa H**da mengadakan event balap motor di area tersebut. Ngga mau nyerah, aku masih lanjut kesana, walau sambil mikir sih.  Ta daaa!! Sampailah kami pada ujung jalan yang tertutup banner idiot yang kebalik tulisannya. Kurang lebih isinya adalah tiket masuk nonton balapan. Setelah (akhirnya) Fani turun dari sepedaku, kam...

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Hujan Bintang

Suatu hari yang dingin, seorang gadis kecil berjalan sendirian, sambil makan sepotong roti. Seorang wanita tua mendekatinya dan memninta sedikit makanannya. Tanpa ragu, gadis kecil itu memberikan semua sisa rotinya. "Ambil saja.", katanya dan terus pergi. Tidak lama kemudian, gadis itu bertemu anak lelaki kecil yang memegangi kepalanya dan menangis. "Ada apa?", tanyanya. "Aku kedinginan, sangat kedinginan," tangis anak lelaki itu. "Aku tidak punya penutup kepala." Jadi gadis itu emmberinya selendang untuk membungkus kepalanya. Sedikit lebih jauh lagi, ia bertemu gadis kecil alinnya bahkan tidak memakai jaket, jadi ia memberikan jaket yang dipakainya,  Lalu ia memberi gaunnya pada gadis lain yang tidak punya, dan ia terus berjalan tanpa bagju.  Akhirnya ia hanya memakai pakaian dalamnya. Tapi kemudian gadis miskin lain datang padanya  dan berkata: "kau selalu bisa pulang kerumah yang hangat.  Aku tidak punya apa apa untuk menghangatkan...