Skip to main content

Suddenly Supernatural : Penjaga Kolam


Pernah ada seorang yang menyayangiku sepenuh hatinya.

Dia Koko, murid kelas Sembilan di sebuah sekolah menengah pertama di kota kecil. Dia tidak pintar, dia tidak kaya, tapi dia begitu baik adanya. Tak pernah ada hari tanpa dirinya disisiku, dia baik, kutekankan lagi. Dan untuk tambahan, dia juga mencatat rekor sebagai satu satunya temen cowok yang aku punya. Dirinya tak pernah berpaling dariku sejak sd dulu, tapi entahlah, kupikir ia mencintaiku, tapi tak pernah ada kalimat yang ia tunggu tunggu, keluar dari mulut Koko yang manis.

Di sebuah sabtu yang sejuk, kami pergi ke kolam renang sekolah. Sebenarnya kami membolos, entahlah, kelas hari ini sungguh luar biasa membosankan. Kami bukanlah anak anak yang suka menurut dengan aturan sekolah, tau tidak, kami sering membolos. Tapi kabar baiknya, Koko selalu punya alibi untuk menutupi itu semua.
Aku memakai pakaian renangku yang ketat, memperlihatkan perutku yang lumayan buncit, sedangkan Koko hanya duduk di kursi penonton, melihatku sambil tersenyum terus seperti orang gila. Koko sama sekali tidak bisa berenang,entah sudah berapa kali ia melewatkan ektrakulikuler renang di sekolah, apalagi kolam renang di sekolah ini cukup dalam untuk memasukkan jerapah. Koko selalu hilang entah kemana saat kutelpon, dan pernah suatu saat, aku menemukan dia duduk di dalam sebuah loker cewek.

Hingga suatu hari, hari yang sangat membuatku pedih, seseorang merebut Koko dariku. Aku bersumpah suatu hari nanti aku akan mengoyaknya seperti roti, sebelumnya kupotong dulu kulitnya.
Aku sedang tidak bersamanya kala itu, karena seperti biasa ada ektrakulikuler renang di sore harinya. Koko memberiku pesan singkat dengan emoticon yang dilebih lebihkan, “linda, Aku sakit perut nih, kamu aja yah yang ikutan renang, aku dirumah ya, cemumutt ;)”

Aku tidak membalas pesan singkatnya, aku hanya bisa menggerutu dalam hati, dasar cowok aneh. Aku bisa mengira ngira mungkin sekarang Koko sedang berada di depan kaca, melatih ekspresi wajahnya saat dia menyatakan cinta padaku. Ah, hanya bayanganku saja.

Aku mengikuti ektrakulikuler renangku seperti biasanya. Teman teman ceweknya sangat semangat sekali hari ini, sepertinya. Karena mereka semua terlalu banyak berteriak saat mereka berhasil bernapas lebih dari sepuluh detik. Oh ya ampun, plis deh, aku bisa lebih baik dari kalian!

Kulihat langit sore berwarna oranye dan merah muda, pelatihmenyuruh kami untuk mandi, dan aku tetap berada di kolam renang. Saat kulihat para cewek selesai mandi dan pergi pulang, aku merangkak keluar kolam. Kubaringkan tubuhku yang kecil ini, dan aku hanya bisa melihat lampu langit langit ruangan yang menyala terang, dan membuat mataku sakit.

Saat aku bangkit degan bertumpu di tumitku, koko berdiri di sana, di bawah papan loncat. Dia tersenyum sambil membawa sesuatu di belakang tangannya, pikiranku mulai menggila. Aku membalas senyumnya dan segera berlari kecil ke arahnya.

“Tumben banget ..”, kataku dengan pikiran yang mulai menjadi diluar kendali.
Sepertinya aku mau pingsan saja, saat Koko memepertlihatkanku benda di belakang tangannya. Sebuah handuk. Luar biasa, otakku seakan akan kempes.
“Kok belum pulang?”, tanyanya, memberikan handuk itu padaku.
Aku menatap ke langit langit sambil berfikir keras, ia sama sekali tidak punya alasan untuk ini, “eng, aku mau latihan dulu.”
Aku membayangkan apa yang akan Koko katakan, dan sebelum hal itu terjadi aku mengajaknya dinner di rumahku. Dia menggandeng tanganku saat ingin keluar. Tapi kemudian tiba tiba Koko menjerit, aku tak yakin itu suaranya atau bukan, tapi asal suaranya benar benar dekat denganku. Kemudian aku merasakan leherku sakit sekali, seperti ditusuk jarum, dan setelah itu tak ada yang apa apa selain warna hitam.
Aku terjaga saat matahari sudah menghilang, menampakkan bintang bintang yang berkedip kedip. Aku duduk perlahan, leherku masih lumayan sakit, kemudian aku sadar dengan kejadian tadi. Aku membuka mataku selebar yang aku bisa, dan aku melihat banyak sekali orang di sekitarku. Semua orang tampak bertanya tanya, apa yang terjadi, kenapa kamu bisa begini, dan lain lain. Aku hanya bisa menyipitkan mataku tiap kali ada pertanyaan yang kudengar. Kemudian aku melihat warna merah menari nari bersama air yang bersih di kolam. Aku mendorong orang orang di sekitarku, dan merangkak menuju kolam. Rambutku masih basah sehingga aku harus menggelengkan kepalaku kuat kuat, dan saat kepalaku berhenti, aku menutup mulutku rapat rapat.
Itu Koko, terapung apung, bersama cairan merah itu. Aku menangis sejadi jadinya, kenapa seseorang tega membunuh Koko sekeji itu? Tubuh Koko seperti terbakar, rambutnya menyatu dan kulitnya mengkerut, dan bagian lainnya yang tidak terbakar menjadi lembek karena air. Aku tak bisa melihat wajahnya karena dia terapung terbalik, dan aku tak ingin menarik Koko dari kolam, karena itu membuatku mual.
Aku tak bisa berkata kata lagi, sepertinya aku akan pingsan lagi setelah ini. Tapi kemudian pelatih renangku datang dan memelukku erat, menghentikan tangisku mungkin. Aku membalas pelukannya, ak takut, bingung.
Orang tua Koko datang beberapa saat kemudian, aku masih duduk di barisan bangku penonton dengan handuk yang berada di sekitar tubuhku. Aku bisa mendengar tangisan mereka dari sini, dan sebenarnya mereka sedang menangis bersamaku.
Aku pulang dengan kaki lemas, aku terjatuh di teras depan, dan berharap seseorang akan menggendongku masuk ke dalam rumah. dan tak ada seorangpun yang datang, jadi aku bangkit lagi dengan sekuat tenagaku dan masuk ke dalam rumah. ia baru sadar kalau orang tuanya sedang pergi, maksdunya pergi jauh sekali, saking jauhnya sampai aku tak bisa melihat mereka lagi selamanya. Seseorang berjubah hitam dan membawa lentera menjemput mereka, entah kemana.
Keesokan harinya aku dihujani pertanyaan pertanyaan yang membingungkan, banyak polisi yang bertanya, dan yang lainnya berbisik bisik sambil melirik ke arahku.
Aku seakan akan mau berteriak kalau aku tak tau apa apa, aku ditusuk jarum kemudian pingsan, terbangun dan melihat semua sudah selesai. Tapi mereka tetap saja bertanya padaku.
Sekolah diliburkan setelah itu, sampai mereka menemukan pembunuhnya –walaupun kepala sekolah menyangkal kalau itu adalah kecelakaan-, tapi kolam renang masih dibuka, setelah dikuras dan dibersihkan. Jadi aku masih bisa mengingat ingat saat saat bersama aku dan Koko. Saat aku dengan sengaja menceburkannya ke dalam kolam dan membuat Koko hampir tenggelam, dan saat Koko memberiku coklat di hari ulang tahunku, semua itu dilakukannya di kolam itu. Aku tidak berpikiran kalau Koko tiba tiba mati begitu saja. Apakah ada seseorang yang iri dengannya? Apakah ada dendam di dalam hati orang lain terhadap Koko?
Sore hari, hari berikutnya aku pergi ke kolam itu, kubuka pakaianku dan kuganti dengan baju renangku. Air terasa dingin, tak seperti biasanya, jadi aku tak benar benar berendam di air, hanya kakiku saja, seperti yang Koko biasa lakukan saat menemaniku berenang disini. Aku selalu mencipratkan air ke wajah nggantengnya, walaupun kadang dia kesal dan meninggalkanku. Sekarang terasa berbeda, Koko adalah teman yang baik. Ya ampun aku menangis lagi. Aku mencoba menghentikan air mataku, tapi entah mengapa cairan konyol itu terus keluar dari mataku.

Tapi tiba tiba sebuah suara gemerisik datang dari ruang ganti cewek, mungkin itu cewek lain yang mau berenang juga. Entahlah, suara gemerisik itu mirip seperti rantai besi yang diseret. Aku tak mempedulikan rantai besi tersebut. Aku terus saja menggerka gerakkan kakiku, membunyikan air untuk mengalahkan rasa takutnya terhadap besi itu.

Kemudian seseorang keluar dari kamar ganti, ia memakai topeng yang lucu. Badut kesasar mungkin. Tapi, dia juga membawa rantai. Aku ketakutan setengah mati saat itu, aku langsung bangkit dari dudukku dan berjalan ke pintu keluar. Tambah cepat, saat badut itu juga mempercepat langkah kakinya. Kemudian aku berlari, sedikit lagi sampai pintu keluar. Terlambat, pikirku,
Badut itu melemparkan rantainya, dan entah kenapa bisa mengikat kakiku. Aku menjerit keras berharap ada seseorang yang datang disitu, tapi kemungkinannya sedikit sekali semenjak beredar bahwa sekolah masih ada pembunuh berkeliaran. Bodohnya aku, kenapa aku tadi berenang saat kolam itu masih misterius adanya? Cewek bodoh!

Aku dibungkam habis habisan oleh badut itu, mulutku disumbat dan sepertinya asbak yang terbuat dari marmer, menghantam kepalaku. Kepalaku berdarah, aku bisa merasakan cairannya mengalir di pipiku, aku lemas dan tak berteriak lagi. Kemudian leherku diikat dengan rantai yang ujungnya ada alat pemberatnya.
Dan setelah itu aku merasakan seluruh tubuhku basah.
Aku tenggelam ke dasar kolam yang dingin. Baju renangku mengkerut, menampakkan tubuhku yang gemuk. Aku masih bisa melihat walaupun samar samar. Aku tak bisa berfikir lagi, aku lemas sekali dan tidak bisa bernafas. Apakah aku akan menyusul Koko dan orang tuaku nanti?
Aku menutup mataku erat erat, dan tiba tiba saja banyak memori yang aku ingat. Dan semuanya baik, kehidupanku baik, aku merasa beruntung punya teman yang baik seperti koko, orang tua yang baik karena mereka masih punya cukup tabungan untukku sampai aku kuliah nanti.
Dan entahlah, banyak lagi memori yang aku ingat, dan aku mulai tersenyum senang. Kata pendeta, semua orang pada akhirnya akan mati juga, usia hanyalah angka, yang kita harus lakukan di dunia hanyalah berbuat baik bagi sesama. Ya kan?

Aku merasakan sesuatu yang lain saat aku merasa paru paruku mau meledak. Kakiku seperti ada yang pegang. Kulit tangannya terasa sangat kasar, lengannya yang bergesekan dengan kakiku sepertinya sangat lembek dan panas.

Kemudian tangan itu terus menerus naik ke wajahku, dan aku membuka mataku perlahan. Aku tak bisa melihat dengan jelas, nafasku sesak sekali. Tapi aku bisa yakin kalau wajah itu mirip dengan Koko, mirip sekali, bukan, itu memang Koko, benar benar Koko. Tapi wajahnya sudah hampir gosong semuanya, hidungnya yang mancung meleleh ke satu sisi, rambutnya menyatu.
Tapi wajahnya masih memberikan karisma yang tinggi, apalagi saat tangan kasar koko membelai pipiku yang gemuk. Aku merasakan tangannya yang satu lagi memegang leherku, melepaskan ikatan rantai tersebut. Dan aku mulai naik ke atas.
Tapi kenapa koko tidak naik ke atas? Ayo Koko naiklah bersamaku! Jeritku dalam hati. Tapi aku merasakan diriku ditarik, oleh seorang cewek. Sepertinya itu temanku, iya, itu Joana. Dia menarikku dan menekan nekankan dadaku. Lebih baik karena aku bisa mengeluarkan seluruh air dalam paru paruku dan kembali bernafas normal.
Benarkah tadi Koko? Tiba tiba aku berfikir aneh lagi.

Aku selamat itu bagus. Dan Joana menjerit jerit ketakutan, ia memakai baju renang juga, tapi sepertinya baru basah saat ia menyelamatkanku. Kemudian aku melihat pembunuh itu, dibelakang Joana. Berbaliklah kau Joana! Jeritku dalam hati. Aku masih lemas, belum bisa bicara sama sekali. Tapi kemudian dari kolam aku melihat air bergoyang, dan sesosok mahkluk keluar dari dalamnya. Itu Koko. Yaampun, ada apa dengan otakku?
Mahkluk itu tersenyum padaku, di tubuhnya masih terlekat seragam SMP khusus. Berwarna merah dan putih, berpola kotak dan berdasi. Kemudian mehkluk itu mendekati sang pembunuh. Sepertinya badut itu tak menyadarinya.

Kemudian aku kaget setengah mati, saat tangan koko tiba tiba meraih kaki sang pembunuh itu. Joana yang kaget juga berbalik, dan lagi lagi menjerit. Koko mengeluarkan jari jarinya yang tajam, ini pertama kalinya dalam hidupku saat mengetahui kalau Koko tidak pernah menggunting kukunya.
Koko membawa badut itu masuk ke dalam air, dan aku melihat ‘cakar’nya melukai sang badut, dadanya terkoyak dan topengnya terbuka. Yaampun! Itu kepala sekolah.
Kemudian cairan merah mulai keluar dari tubuh kepala sekolah, dan akhirnya tak ada gerakan lagi.
Pertolongan datang setengah jam kemudian, aku selamat setidaknya. Dan keesokan harinya aku tau ternyata kepala sekolah kena gangguan jiwa, karena istrinya meninggal karena malaria. Ia percaya bahwa gara gara murid muridnya yang susah diatur, membuatnya harus lembur kerja dan tidak mempedulikan istrinya. Itu lumayan masuk akal, mungkin.

Tapi aku masih bingung dengan mahkluk itu. Ia selalu menolongku saat aku berada di dekat kolam itu, dan setiap aku masuk ke dalamnya, aku bisa melihat bayangan dirinya, merentangkan tangan dan menggerakkan mulutnya, jika kau bisa membaca mulut seseorang, kau akan mengetahui apa yang ia katakan. I love you, linda.

Comments

Popular posts from this blog

Tragedi Duaratus Rupiah

Minggu, 25 November 2012 Kalau bukan karena Fani yang ajak aku ke bioskop satu satunya di kotaku, mungkin aku ngga bakal jantungan cuman gara gara uang koin. Waktu itu musim hujan, walau tidak hujan, awan hitam bagai atap rumah dunia, pekat sekali. Dan bikin aku sukses mandi keringat, belum lagi aku harus mengayuh sepedah beserta beban seorang Fani di belakang, sudah begitu jarak antara rumah dan bioskop kurang lebih, hhmm... yah sekitar dua kilometer.  Sampai ditengah jalan, atau lebih tepatnya seperempat perjalanan, aku baru ingat sesuatu, ini hari Minggu kan?? Nah, masalahnya jalan raya persis depan gedung bioskop ditutup, karena seperti biasa H**da mengadakan event balap motor di area tersebut. Ngga mau nyerah, aku masih lanjut kesana, walau sambil mikir sih.  Ta daaa!! Sampailah kami pada ujung jalan yang tertutup banner idiot yang kebalik tulisannya. Kurang lebih isinya adalah tiket masuk nonton balapan. Setelah (akhirnya) Fani turun dari sepedaku, kam...

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Hujan Bintang

Suatu hari yang dingin, seorang gadis kecil berjalan sendirian, sambil makan sepotong roti. Seorang wanita tua mendekatinya dan memninta sedikit makanannya. Tanpa ragu, gadis kecil itu memberikan semua sisa rotinya. "Ambil saja.", katanya dan terus pergi. Tidak lama kemudian, gadis itu bertemu anak lelaki kecil yang memegangi kepalanya dan menangis. "Ada apa?", tanyanya. "Aku kedinginan, sangat kedinginan," tangis anak lelaki itu. "Aku tidak punya penutup kepala." Jadi gadis itu emmberinya selendang untuk membungkus kepalanya. Sedikit lebih jauh lagi, ia bertemu gadis kecil alinnya bahkan tidak memakai jaket, jadi ia memberikan jaket yang dipakainya,  Lalu ia memberi gaunnya pada gadis lain yang tidak punya, dan ia terus berjalan tanpa bagju.  Akhirnya ia hanya memakai pakaian dalamnya. Tapi kemudian gadis miskin lain datang padanya  dan berkata: "kau selalu bisa pulang kerumah yang hangat.  Aku tidak punya apa apa untuk menghangatkan...