Skip to main content

Truth or Dare? (part kalih)


Ok, pertama tama kayaknya grammarnya jelek, jadi kalau ada typo mohon maklum ._.Enjoy it ^^


Mark mulai lelah berlari, dihentikannya langkah kakinya, tepat di depan pos polisi. Mark memperhatikan dua orang yang sedang meminum sedikit demi sedikit cangkir putih, mungkin berisi kopi panas, karna mereka meminumnya dengan sangat hati-hati.


Setelah puas memperhatikan kedua polisi itu, mark berlanjut berlari. Rumah Kian tinggal beberapa meter lagi, bahkan mark bisa melihat pagar rumah kian yang berwarna biru, sesuai warna matanya.


Rumah kian tampak kumuh dari depan pagar, mark hanya bisa menyerngit dan mencoba masuk, sebelum seekor kucing menatapnya tajam. Mark berhenti di dekat pagar rumah, mencoba menenangkan kucing tersebut.Ketika kucing itu pergi ke dalam rumah kian, mark mencoba masuk, pintunya terbuka lebar, seraya mempersilahkan mark masuk leluasa.


"Halo? Ada orang?", Mark dengan nafas terengah engah beranjak masuk.Mark nyaris hampir pingsan saat kucing tadi memergokinya dan kucing itu dengan segera mendesis terhadapnya, kucing itu terus mendesis sampai akhirnya seorang gadis muncul dari balik pintu.


“Halo, cari sapa ya?”, tanya gadis itu dengan hati-hati. Sepertinya itu adiknya Kian, wajahnya mirip sekali dengannya.


“Eh, aku mau ambil laptopnya Kian, cepetan bel masuk tinggal sebentar lagi!”, jelas Mark dengan sedikit berteriak.Gadis itu berfikir sebentar, siapakah orang ini? Apa yang akan dia lakukan pada laptopnya Kian? Tapi yang jelas gadis itu masuk ke dalam rumah, diikuti kucing pendesis tadi.


Mark menunggu beberapa saat sampai akhirnya gadis itu keluar dari dalam kamar, membawa sebuah benda berbentuk persegi panjang yang nampaknya sangat berat, itu pasti laptopnya Kian, mark dengan segera mengambilnya tanpa permisi, membuat si gadis itu cemberut.


“Makasih banget ya de’, aku pergi dulu, da daa…”, Mark sudah berlari saat itu, meninggalkan si gadis dan kucingnya, yang masih menatap tajam kepergian Mark.Mark mulai kembali berlari, tangan kanannya membawa tas berisi laptop Kian, berat sekali, gumamnya.


Tepat saat bel masuk berbunyi, Mark melompat dari pagar gerbang sekolah, tidak ada yang melihat, setelah itu ia langsung melesat kea rah sekelompok anak laki laki yang hendak berdiri.


“Tunggu! Ki, aku uda bawa latopmu!”, kata Mark sedikit berteriak, diusapnya keringat di dahinya, sambil memberikan tas berisi laptop pada Kian.


Kian menyerngit, mengambil kasar tas itu, “lama banget sih, kamu ngapain disana? Pdkt ama ade aku ya?”, kata Kian dengan nada nakalnya.


“Justru ade kamu yang genit ama aku.”, kata mark memelas, melipat tangannya kedepan seraya menunjukkan kulit coklatnya yang penuh bisul.


“Mana ada yang mau genit sama kamu, muka aja ngga memenuhi standart, pinter sih, pinter nipu, o’on lagian, kamu tuh terlalu hina untuk seorang gadis.”, kata Shane kejam, Kian menggangguk tanda setuju, dan Mark hanya diam seribu bahasa. Aku ngga sehina itu kale, batinnya.


 “Ok, bel instirahat kedua kita ngumpul disini, jangan sampe telat, ngga seru kalau ngga lama, apalagi kalau hukumannya dilakuinnya lama banget.”, jelas Kian, samil melirik Mark yang masih mengatur nafasnya yang tersengal sengal.


Semua menggangguk setuju, semua kecuali Mark, yang masih cemberut setelah tenaganya terkuras habis hanya untuk memenuhi hukuman tadi. Semoga nanti bukan aku yang dapat hukuman, gumamnya.


Akhirnya mereka semua berdiri, mengambil langkah ke kelas berikutnya, Mark akan masuk kelas IPA bersama Nicky, sedang Kian dan Shane. Pelajaran IPA kali ini membahas tentang pertumbuhan mahkluk hidup, kesukaan Nicky, sebenarnya hal yang paling disukainya pada pelajaran ini adalah karna kelas ini adalah kelas paling menakjubkan dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Ruangan yang luas, dengan pijakan keramik berwarna krem yang indah, lampu lampu kecil yang disusun rapih di atas, kursi panjang yang empuk, dan meja yang setara dengan tingginya.


Juga ada satu wastafel  yang selalu menyala 24 jam di setiap meja, biasanya wastafel itu digunakan untuk mencuci benda benda yang akan digunakan untuk praktek – praktek, dan kija kita membuka kerannya, airnya selalu jernih, dan yang paling membuat Nick bingung, air itu sangatlah berbau wangi, bahkan Nick sempat mengira air itu adalah parfum.


Kalau kita memutar keran air hanya sekitar 450 ,maka akan berbunyi nyaring, suaranya hampir mirip ular, tapi disertai bau wangi yang semnyegarkan. Itulah mengapa Nick selalu duduk dekat washtafel, dan selalu bersemangat saat diadakan sebuah praktek. 


Kali ini kelas IPA dibuka oleh suara langkah kaki halus dari arah pintu masuk, seorang wanita berjalan melewati meja meja yang berjajar di depan kelas, menampakkan rambut penek hitamnya yang indah.


“Selamat pagi, semuanya.”, sapanya, dengan nada yang tegas dan lembut.


“Pagi!!”, serentak semua murid membalas sapaan Ma’am Christ, beberapa melambaikan tangannya, beberapa lagi sedang mengorek hidung.


“Ok, hari ini kita memepelajari tentang atom, kemarin kita sudah membahas tentang teori bahwa atom adalah … ?”, ia sengaja menghentikan kalimatnya, mencondongkan kepalanya kedepan, menunggu seseorang melanjutkan kalimatnya.


“Benda mati ,ma’am!”, jawab Mark dengan semangat, tidak memepedulikan teman temannya yang tertawa mendengar jawaban konyol Mark. Semua tertawa, kecuali Ma’am Christ.


Atom adalah suatu satuan dasar materi yang terdiri atas inti atom serta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya.”, jelas Gina, yang saat itu duduk tepat disamping mark.


Tidak seperti hadiah yang debirikan mark, kali ini Gina mendapatkan tepuk tangan heboh dari semua penjuru kelas, dan tepukan paling keras berarah dari samping Mark, tentu saja Nick. Dengan semangatnya Nicky bersiul siul dan menepuk tangannya di atas kepalanya, “kamu hebat Gina!”, jeritnya.


Sepertinya Mark sudah mulai risih mendengar celotehan Nick, apalagi kalau sedang membahas Gina. Mark sebenarnya bingung kenapa Shane menyukai Gina, ok, mungkin Gina memang pintar, tapi Nicky? Ya ampun dia jelek sekali!, gumam Mark.


Mark tampak berfikir, mungkin karna dia punya kelebihan, kaya bisa bikin orang patah hati, ehm, mungkin dia juga bisa merayu, pikir mark.


“ada yang sudah pernah menerbangkan kertas Koran?”, kata ma’am Christ, seraya memecahkan lamunan mark.Semua tampak bingung, saling bertanya tanya pada orang orang terdekatnya.“Gina, kamu pernah?”, kata Nick sedikit berbisik, Nick memegang kepala mark dan menundukkannya, sehingga ia bisa melihat Gina dengan jelas.


“Heh!”, Mark menjerit dan segera membetulkan posisi duduknya. Tapi tampaknya Nick tidak peduli, ia masih dalam posisi tadi, dengan senyum gede seremnya dan pertanyaan yang masih nggantung di antara Gina dan Nick.“Belum tau, kamu?”, kata Gina akhirnya.


Shane menggeleng, memukul kepala Mark dan menundukkannya sekali lagi.


“Hissshh…”, Mark mendesis, memukul balik Nick dengan buku paketnya yang tebal.“Kita akan menerbangkan selembar Koran, ada yang tau caranya? Kalau tidak, paket bisa dibuka dan cari di halaman 52, disana ditunjukkan bagaimana kita mendesain Koran agar berbentuk bangunan, dan kita akan membakarnya dan kalau perhitungannya bagus, maka Koran akan terbang setinggi beberapa meter.”, jelas Ma’am Chirst dengan cepat, tangannya digerakkan sedemikian rupa agar murid muridnya mengerti apa yang diakatakannya.


Nick sibuk membolak balik kertas, sama persis dengan apa yang Gina lakukan. Mark malas membukanya, ia hanya memebersihkan kukunya dari kotoran kotorannya.

Comments

Popular posts from this blog

Tragedi Duaratus Rupiah

Minggu, 25 November 2012 Kalau bukan karena Fani yang ajak aku ke bioskop satu satunya di kotaku, mungkin aku ngga bakal jantungan cuman gara gara uang koin. Waktu itu musim hujan, walau tidak hujan, awan hitam bagai atap rumah dunia, pekat sekali. Dan bikin aku sukses mandi keringat, belum lagi aku harus mengayuh sepedah beserta beban seorang Fani di belakang, sudah begitu jarak antara rumah dan bioskop kurang lebih, hhmm... yah sekitar dua kilometer.  Sampai ditengah jalan, atau lebih tepatnya seperempat perjalanan, aku baru ingat sesuatu, ini hari Minggu kan?? Nah, masalahnya jalan raya persis depan gedung bioskop ditutup, karena seperti biasa H**da mengadakan event balap motor di area tersebut. Ngga mau nyerah, aku masih lanjut kesana, walau sambil mikir sih.  Ta daaa!! Sampailah kami pada ujung jalan yang tertutup banner idiot yang kebalik tulisannya. Kurang lebih isinya adalah tiket masuk nonton balapan. Setelah (akhirnya) Fani turun dari sepedaku, kam...

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Hujan Bintang

Suatu hari yang dingin, seorang gadis kecil berjalan sendirian, sambil makan sepotong roti. Seorang wanita tua mendekatinya dan memninta sedikit makanannya. Tanpa ragu, gadis kecil itu memberikan semua sisa rotinya. "Ambil saja.", katanya dan terus pergi. Tidak lama kemudian, gadis itu bertemu anak lelaki kecil yang memegangi kepalanya dan menangis. "Ada apa?", tanyanya. "Aku kedinginan, sangat kedinginan," tangis anak lelaki itu. "Aku tidak punya penutup kepala." Jadi gadis itu emmberinya selendang untuk membungkus kepalanya. Sedikit lebih jauh lagi, ia bertemu gadis kecil alinnya bahkan tidak memakai jaket, jadi ia memberikan jaket yang dipakainya,  Lalu ia memberi gaunnya pada gadis lain yang tidak punya, dan ia terus berjalan tanpa bagju.  Akhirnya ia hanya memakai pakaian dalamnya. Tapi kemudian gadis miskin lain datang padanya  dan berkata: "kau selalu bisa pulang kerumah yang hangat.  Aku tidak punya apa apa untuk menghangatkan...