Skip to main content

Samantha Wisley : Aryan (ending?)


“Lari!”, jerit Sam, kemudian menggandeng tangan mereka berdua.
Sam nggak peduli tangan Mark dan Emma yang hampir putus karena terlalu keras ditarik olehnya, ia hanya ingin nyawanya dan kedua bocah ini selamat.
Gelombang di ujung sana berputar sangat cepat, mungkin 700 sampai 800 mil perjam, Sam sesekali melihat kebelakang, untuk mengetahui berapa waktu yang tersisa untuk kabur dari sana.
Semakin cepat ia berlari, dengan dua bocah kecil di belakangnya. Sam ngos ngosan sampai ia berhasil memasuki desa. Warga disana sudah tampak panic dan khawatir, terlebih lagi Kevin yang tampak kebingungan dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Sam berhenti sebentar disana, dilepaskannya genggaman tangannya. Dan kemudian ia menangis dengan sangat sedih.
Melihat hal itu Kevin segera menghampirinya, dan segera menanyakan apa yang terjadi. Tapi sam nggak punya kekuatan untuk berbicara pada saat itu, ia terlalu takut. Ia hanya bisa menunjuk nunjuk kea rah pantai, seolah olah akan berteriak sekencang kencangnya.
Kevin dengan sigap berlari kea rah pantai yang ditutupi oleh semak semak, dan dedaunan besar. Ia membuka matanya lebar lebar dan kaget bukan main. Para warga disana segera diam, suasana menjadi sangat sunyi, sampai suara ombak terdengar keras. Kevin memotong salah satu daun raksasa di depannya, kemudian memberi para warga pemandangan yang sangat mengerikan.

“Lari!”, jerit Kevin, bebarengan dengan Sam.
Mereka semua tampak kocar kacir nggak karu karuan. Beberapa dari mereka memasuki rumah mereka, dan yang lainnya berlari memasuki hutan.
“Tidak tidak, jangan!”, Sam sudah bisa berbicara keras sekarang, walau dengan sedikit isakan tangis, kemudian berteriak teriak memberi intruksi, “jangan masuk rumah, lari ke hutan, lari ke tempat yang lebih tinggi!”
Sam mengangkut orang sebisa jeep hijau itu tampung. Anak anak kecil, para orang dewasa, semuanya. Sam gemetaran menggendong bayi bayi dan balita ke atas jeep.
“Tolong semua pemuda yang kuat berpegangan di atas jeep, berikan ruang untuk bayi dan para orang tua!”, kata Sam dengan kepanikan luar biasa pada saat itu.
Orang orang yang tak bisa diangkut menggunakan jeep segera berlari kea rah hutan, tapi tak banyak orang linglung yang malah bersembunyi di dalam rumah. sam sadar kalau ini waktu yang sudah sangat terlambat untuk memperingatkan mereka. Jadi Sam masuk ke dalam jeep dengan dua bocah yang sedang berpelukan, berbagi tangis dan kepanikan.
Gelombang itu mulai memelankan kecepatannya, tapi kemudian air itu menjadi seakan akan bertumbuh, menjulang tinggi ke atas setinggi sekitar duapuluh meter. Sam hanya bisa berdoa dan misuh misuh melihat gelombang itu.
“Lebih cepat Kevin!”, sam semakin gelagapan, saat gelombang berkecepatan seratus kilometer tersebut makin meninggi, dan orang orang yang tidak beruntung segera terangkat ke atas dan masuk ke dalam gelombang itu.
Rumah demi rumah gubuk disapu bersih, pepohonan, bahkan semua mahkluk hidup ikut terangkat.
Kevin yang menyetir, dengan Louis yang membantu menjaga keseimbangan mobil, juga ikutan misuh misuh. Terlebih lagi jeritan jeritan mengerikan dari orang orang itu, ingin muntah rasanya.
Kevin susah payah menyetir jeep hijau tersebut, berjuang mati matian menghalau pepohonan superraksasa di hutan.
“Aku masih pengen lihat wajahnya putraku!!”, jeritnya penuh geram.
Saat gelombang tersebut hanya berjarak beberapa puluh meter dari mereka, dan pohon pohon mulai ambruk, serta orang orang di dalam jeep yang basah kuyup diterpa percikan gelombang tersebut, seorang pria berjenggot lebat berlari penuh ketakutan di depan mereka.
“Ayah!”, jerit Emma, “selamatkan ayahku!”
“Kevin!”, perintah Sam.
Jeep dipelankan, Louis yang berada di belakang mobil segera mengulurkan tangan kanannya, sedang tangan kirinya berpegangan dengan Sam. Emma dan Mark yang menyelusup ke jok belakang, hanya bisa berteriak teriak memberi semangat kedua orang di bumper jeep belakang.
“Kau punya dua tangan berikan aku satu!”, jerit Louis yang sudah hampir kewalahan karna ayahnya emma seringkali menempis tangan Louis.
Sesenti lagi, pikir Louis. Ia terus saja mengulurkan tangannya.
“Kevin!”, seru Sam, “pelankan jeepnya!”
Kevin segera melihat spion kaca jeep yang sedikit kotor terkena lumpur, menampakkan bayangan gelombang supertinggi yang semakin mendekati jeep,“dalam keadaan kayak gini??!!”
Terlambat.

Ayah Mark jatuh tersungkur, kemudian pohon raksasa di sampingnya mulai oleng, dan menghantamnya hingga tubuhnya hancur, lalu habis ditelan monster itu.
“ayaaaahhhh!!!”, jerit Emma dan Mark bebarengan.
Tak disangka hal ini bisa terjadi, Louis hanya bisa menarik mundur tangannya, sambil menampakkan mata ketakutan, dan dia pingsan seketika itu juga. Sam mau tidak mau memeluk Louis agar tidak jatuh ke tanah, dan ia melirik Mark dan emma yang terus berteriak nggak karu karuan sambil menjulurkan tangan mereka.
“Saaam!!”, jerit Kevin, “kita akan mati …”
Kevin mengadap ke belakang, menatap mata Sam dalam dalam. Sam juga langsung menyadari apa yang terjadi, bensinnya telah kosong, habis, dan mobil segera berhenti. Sunyi.
Sam segera mengadah kea rah gelombang itu lagi. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Orang orang di dalam jeep mulai keluar dan berlarian. Ia hanya berdiri dengan tangan masih memeluk Louis. Sam tersenyum dan menutup mata. Mungkin inilah saatnya.
Sam harus mengucapkan selamat tinggal. Pada semuanya.
Pada Kevin, sahabat sahabatnya, Emma dan adiknya Mark, Thomas, dan semuanya.
Dan beberapa detik kemudian, jeep mulai berguling karena tertimpa gelombang raksasa tersebut, dengan ia dan yang lainnya ada di dalamnya.

Sam tidak bisa melihat apapun sekarang. Hanya hitam buram, ia merasa sangat kedinginan, kepalanya terasa penut dan perutnya mual. Ia bingung sedang berada dimana. Mungkin sebuah ruangan di sebuah perpustakaan besar di London. Hawanya benar benar dingin, gumam Sam.
Ia lalu berdiri, mencoba menyeimbangkan kakinya, lalu mulai berjalan tanpa arah. Ia merasakan bajunya sekarang sudah terkoyak koyak, bahkan dibeberapa sisi menunjukkan kulit halus pucat milik Sam. Rambutnya yang semula merah karena ia semir setiap hari, sekarang menjadi seperti semula, kuning keemasan, yang biasanya memantul saat ia berdiri di bawah sianr matahari.
Sam mengingat masa kecilnya dahulu. Saat ia naik di bahu ayahnya dan mulai menembaki balon warna warni dengan pistol bohongan di parade. Saat ia bersama ibunya naik perahu kecil, dan seekor bebek naik ke perahu dan memakan semua sisa jagung milik ibu. Saat ia dijewer saat mencuri sebuah apel dari meja gurunya. Dan memori cantik lainnya.
Sam lega saat akhirnya seberkas cahaya muncul. Dengan bayangan seorang wanita cantik di ambang cahaya putih tersebut. Wanita itu menoleh ke belakang, pipinya cekung dan kelihatan kurus, bibirnya putih pucat dan matanya tampak syahdu.
“Bu??”, Sam mulai menyipitkan matanya dan berjalan lebih dekat.
Wanita itu menoleh lagi kedepan, menampakkan rambut pirangnya yang terkena cahaya.
“Ibu!”, Sam menjerit. Tiba tiba kakinya merasa kaku. Tak bisa digerakkan, seperti orang lumpuh. Sam terjatuh tersungkur. Ia menoleh keatas, dan bayangan ibunya telah pergi, digantikan oleh seorang pria yang sekarang tepat berada di depannya. Pria itu tersenyum dan membantu Sam berdiri.
“Ayah …”, Sam berbisik.
Pria itu tersenyum semakin lebar dan menatap putrinya, “aku bangga padamu nak, sekarang bangun dan selamatkan mereka.”
Byaar … Sam merasakan hal ini lagi. Gelap gulita, dan rasa dingin itu kembali mencengkamnya.
“Sam …”, seseorang berbisik.
Sam mencoba untuk menjawab, tapi kali ini, seluruh tubuhnya kaku.
“saam!!”, suara itu semakin jelas di telinga Sam.

Kemudian, ia terbangun. Butuh beberapa detik agar otaknya kembali bekerja. Sam memeluk dirinya sendiri dan melihat ke sekelilingnya. Ia sedang berada di sebuah tiang. Entahlah mungkin tiang listrik. Bajunya yang kuat tersangkut di salah satu cabangnya. Kemudian ia mulai berpegangan erat dengan tiang tersebut. Kemudian ia melihat air yang keruh menyelimutinya. Setengah badannya masuk ke dalam genagan. Dan kemudian ia melihat banyak sekali manusia; mayat, terombang ambing mengikuti arus. Kemudian diantara mayat mayat tersebut, bocah kecil terlihat. Itu mark, dengan sekuat tenaga membuat kepalanya tetap berada di atas.
“saaam!!”, suara itu terdengar lagi.
Sam sadar mark-lah yang menjerit. Kemudian ia melepas bajunya yang tersangkut, menyisakan kaus oblong warna hijau, kemudian melompat dan segera berenang mengikuti arus kea rah mark.
Sam kemudian langsung memeluk erat bocah laki laki tersebut.
“Tenang ya mark shhh shh … jangan nangis, laki laki nggak boleh cengeng.”, kata Sam pelan, sambil mengelus elus rambut mark.
Dalam keadaan masih teapung Sam bergetar, ia mulai menangis tanpa suara. Kemudian mayat mayat dan benda lainnya yang terapung mulai menabraki mereka.
Sam mencoba untuk naik ke salah satu bukit yang tidak tergenang air. Diangkatnya dulu Mark, kemudian dirinya.
“Kita tunggu disini aja dulu yah sampai airnya surut. Trus kita cari bantuan.”
Mark tampak nggak memperhatikan, pandangannya tertuju pada sebuah helicopter besar, seperti capung raksasa yang berisik.
“Kayaknya cari bantuannya nggak usah dulu …”
Benda terbang yang-tidak-dikenal atau UFO tersebut terbang rendah dan melemparkan sebuah tali panjang, kemudian seseorang berseragam oranye turun dari sana.
“Kau tidak apa apa nona?”, tanya pria tersebut setelah membuka kaca helmnya.
Sam menampar orang itu, “emang kamu nggak lihat benjolan di dahiku? Nggak lihat bajuku sobek semua? Nggak lihat aku sama anak kecil ini gemetaran hebat? Apa itu bisa disebut baik baik saja??!!”
“Maafkan saya nona.”, pria itu berkata dengan nada biasa kemudian mengikatkan Mark dan Sam pada sebuah tali yang menurut Sam lumayan ribet. Setelah memberi tanda, mereka bertiga segera naik ke atas, disambut dengan selusin korban tsunami. Mereka hampir sama mengerikannya dengan Sam. Beberapa tak sadarkan diri dan yang lainnya menangis hebat karena menahan sakit. Dan yang dibelakang, dibungkus dengan pplastik yang panjang itu, mayat.

Sam menatap Mark dalam dalam dan tersenyum lebar, dan mark juga melakukannya. Ada sebersit kebahagiaan di dalam diri mereka berdua, Sam mulai tertawa bahagia sambil memeluk Mark erat erat.
“We are aliiiveee!!!”, jerit Sam sambil tertawa. Kemudian orang orang disekitarnya ikut tersenyum dan mulai berbahagia.

Comments

Popular posts from this blog

Tragedi Duaratus Rupiah

Minggu, 25 November 2012 Kalau bukan karena Fani yang ajak aku ke bioskop satu satunya di kotaku, mungkin aku ngga bakal jantungan cuman gara gara uang koin. Waktu itu musim hujan, walau tidak hujan, awan hitam bagai atap rumah dunia, pekat sekali. Dan bikin aku sukses mandi keringat, belum lagi aku harus mengayuh sepedah beserta beban seorang Fani di belakang, sudah begitu jarak antara rumah dan bioskop kurang lebih, hhmm... yah sekitar dua kilometer.  Sampai ditengah jalan, atau lebih tepatnya seperempat perjalanan, aku baru ingat sesuatu, ini hari Minggu kan?? Nah, masalahnya jalan raya persis depan gedung bioskop ditutup, karena seperti biasa H**da mengadakan event balap motor di area tersebut. Ngga mau nyerah, aku masih lanjut kesana, walau sambil mikir sih.  Ta daaa!! Sampailah kami pada ujung jalan yang tertutup banner idiot yang kebalik tulisannya. Kurang lebih isinya adalah tiket masuk nonton balapan. Setelah (akhirnya) Fani turun dari sepedaku, kam...

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Hujan Bintang

Suatu hari yang dingin, seorang gadis kecil berjalan sendirian, sambil makan sepotong roti. Seorang wanita tua mendekatinya dan memninta sedikit makanannya. Tanpa ragu, gadis kecil itu memberikan semua sisa rotinya. "Ambil saja.", katanya dan terus pergi. Tidak lama kemudian, gadis itu bertemu anak lelaki kecil yang memegangi kepalanya dan menangis. "Ada apa?", tanyanya. "Aku kedinginan, sangat kedinginan," tangis anak lelaki itu. "Aku tidak punya penutup kepala." Jadi gadis itu emmberinya selendang untuk membungkus kepalanya. Sedikit lebih jauh lagi, ia bertemu gadis kecil alinnya bahkan tidak memakai jaket, jadi ia memberikan jaket yang dipakainya,  Lalu ia memberi gaunnya pada gadis lain yang tidak punya, dan ia terus berjalan tanpa bagju.  Akhirnya ia hanya memakai pakaian dalamnya. Tapi kemudian gadis miskin lain datang padanya  dan berkata: "kau selalu bisa pulang kerumah yang hangat.  Aku tidak punya apa apa untuk menghangatkan...