Skip to main content

Kolam Soto


                Ini berdasarkan pengalaman singkatku. Ini kejadian waktu kelas 3 SD. Enjoy yah … J
                Kolam Soto
                By : Rahajeng Violita
                “hari ini ada kantin baru mau dibuka.”, celetuk Shane dari belakang Mark yang sedang baca Koran harian lawas yang sudah bolong sana sini.
                “ah, biasa aja, sekolah kita udah ada 7 kantin kenapa ditambahin sih, tambah padet, ancur nanti sekolahnya.”, jelas Mark, masih dalam lautan Koran.
                “ya udah aku sendiri aja yang kesana.”
                “ ya udah sana.”

                Shane pergi meninggalkan Mark di kelas, tanpa ragu, berjalan perlahan menuju sebuah ruangan kecil dengan rak makan dimana mana, dan pastinya ada juga pisang goreng yang barusan diangkat dari wajan, membuat Shane terbatuk batuk dan tergiur juga.
Tapi bukan itu yang ingin dibeli Shane. Shane ingin sebuah mangkok berisi nasi panas diguyur cairan kental berwarna kuning, engan daging ayam ditengahnya.
                Antrian kantin mulai memadat, terpaksa Shane harus menunggu, berkeliling beberapa kantin yang tidak terlalu terkenal, yang pastinya sepi.
                “Bu, itu apa namanya, makaroninya satu.”
                “Itu bukan macaroni, itu namanya pedes-pedes”, tiba tiba seseorang berkata dari belakang Shane.
                “Ih, mark itu kan bentuknya kayak macaroni.”
                “tapi kan pedes, nah namanya pedes-pedes.”
                “itu macaroni…”
                “itu pedes pedes!”
                “oi jadi beli nga?”, sembur penjaga warung tersebut. Tangannya sudah memegang satu plastic berisi macaroni berwarna merah terang, menunjukkan bumbu sambal yang sangat pedas bertaburan.
                Shane langsung mengambil macaroni itu, bayar, dan pergi, serta diikutin Mark.
                “sebenernya mau beli apaan sih ?”
                “itu sotonya Lucy, katanya enak, mau coba nih.”
                “yuk, beli bareng.”, kata Mark, yang sudah menggandeng tangan Shane.
                “r a m e.”, singkat Shane melepaskan tangan Mark.
“ayolah..”
Shane akhirnya menyerah, mengikuti Mark dengan tanggan bergandengan.
“eittss, beli es krim dulu yuk.”, kata Shane tepat 2 meter sebelum katin dengan antrean 2 kilometer tersebut.
“tanggung.”
“ihhh,, ntar aku traktir deh.”
“ini bener? Okedeh.”.
Shane hanya bisa menghela nafas, setiap kali mau pergi bersama Mark harus ditraktir dulu, apalagi kalo mau ngerjain pr. Tapi ngga papalah. ._.
Es krim cornetto seharga 7 ribu rupiah sudah berada di tangan masing masing dari mereka, dengan semangat Mark langsung membuka tutup toping atas ek krim wafer itu, membuangnya sembarangan dan langsung menjilatinya.
Mark menghabiskan es krim nya, bahkan belum ada 20 meter dari tempat itu, dan artinya saatnya pergi ke kantin tersebut.
Dengan mulut berantakan coklat, Shane langsung ditarik Mark. “siapa yang paling cepat ditraktir.”, sembur Mark.
Shane masih berjalan pelan, menikmati wafer coklat yang masih dipegangnya erat erat.
Dan tiba tiba “BRUUKK”, seseorang secara tidak sengaja menabraknya dari arah belakang.
Es krim Shane jatuh, meninggalkan tissue yang masih bertengger di tangan kanannya. Shane hanya bisa melirik es krim coklatnya, kembali mendongak dengan mata berkaca kaca.
Itu adalah kakak kelas enam, tubuhnya tinggi dan warna kulitnya putih, matanya juga sipit.
“udah gede jangan nagis.”, katanya dan langsung pergi meninggalkan Shane.
Mark langsung manggandengnya, “shane kamu kenapa? Ayo beli itu.”
Shane tidak menjawab pertanyaan Mark, membiarkan Mark menarik tangan Shane meninggalkan tempat itu.
Samapilah mereka di kantin baru itu, antrian masih cukup padat, tapi lumayan untuk diisi dua anak kecil seperti mereka.
“bu, sotonya duaaaa…”, lata mark yang bahkan masih diluar kantin.
“iyyaaaaa…”, jawab salah seorang di dalam kantin tersebut, ngga yakin siapa yang jawab, tapi Mark tetep puas pesanannya segera dilayanin.
Satu, dua, lima, sepuluh menit mereka menunggu, lima menit lagi mereka harus masuk kelas lagi, jadi tanpa pikir panjang Mark menggandeng Shane dan langsung menerobos ke kerumunan tersebut.
Sampai! Shane sekarang sudah tepat di depan panci kuah soto yang sangat bessaaaarrr, shane bisa melihat kuah kuning di dalamnya.
Shane langsung memesan pesanan tadi yang diabaikan. “bu sotonya tadi dua mana?”,
“iya ini lagi dibuatin”, jawabnya.
Kepadatan di ruangan kecil itu bertambah padat, keringat mulai mengucur di pipi Shane dan Mark, disana panas sekali, rasanya sesak. Tapi demi soto tersebut, tak ada salahnya berkorban sedikit.
Mark ada di belakang Shane, menunggu tepatnya. Makin lama makin padat, Mark sudah tidak sabar dan akhirnya mendorong Shane, dan akhirnya.
“KLONTANG BRUKKK BYUUURRRR……”
“HUAAAAAA…… hati hati leee… ”, teriak bu Lucy.
Panci besar berisi kuah soto tersebut tumpah, karena tangan Shane yang digunakan untuk menopang tubuh Shane setelah hampir jatuh didorong Mark. Tangan Shane melepuh, dan semua orang mulai keluar dari kantin tersebut.
Shane cepat cepat pergi ke kamar mandi, meletakkan tangannya ke baskom isi air dingin.
Rasanya jauh lebih baik, dan akhirnya bel tanda masuk kelas berbunyi. Shane langsung berjalan cepat ke kelas bertulis III-A , Shane hanya bisa menahan rasa sakitnya.
Para murid sudah berkumpul, termasuk Mark. Shane pikir Mark akan minta maaf padanya, tapi apa yang ia lakukan? Mark membuat sebuah lagu yang membuat Shane marah.
“Bukan lautan hanya kolam soto, Shane kecebur soto, sotonya mba lucy, mba lucy teriak, ‘eee, hati hati le’ ahahah “
Shane tidak mungkin marah saat itu, karna bu Dian sudah masuk untuk memberikan ilmunya.
“Ha ha ha”, tawa Shane

Comments

Popular posts from this blog

Tragedi Duaratus Rupiah

Minggu, 25 November 2012 Kalau bukan karena Fani yang ajak aku ke bioskop satu satunya di kotaku, mungkin aku ngga bakal jantungan cuman gara gara uang koin. Waktu itu musim hujan, walau tidak hujan, awan hitam bagai atap rumah dunia, pekat sekali. Dan bikin aku sukses mandi keringat, belum lagi aku harus mengayuh sepedah beserta beban seorang Fani di belakang, sudah begitu jarak antara rumah dan bioskop kurang lebih, hhmm... yah sekitar dua kilometer.  Sampai ditengah jalan, atau lebih tepatnya seperempat perjalanan, aku baru ingat sesuatu, ini hari Minggu kan?? Nah, masalahnya jalan raya persis depan gedung bioskop ditutup, karena seperti biasa H**da mengadakan event balap motor di area tersebut. Ngga mau nyerah, aku masih lanjut kesana, walau sambil mikir sih.  Ta daaa!! Sampailah kami pada ujung jalan yang tertutup banner idiot yang kebalik tulisannya. Kurang lebih isinya adalah tiket masuk nonton balapan. Setelah (akhirnya) Fani turun dari sepedaku, kam...

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Hujan Bintang

Suatu hari yang dingin, seorang gadis kecil berjalan sendirian, sambil makan sepotong roti. Seorang wanita tua mendekatinya dan memninta sedikit makanannya. Tanpa ragu, gadis kecil itu memberikan semua sisa rotinya. "Ambil saja.", katanya dan terus pergi. Tidak lama kemudian, gadis itu bertemu anak lelaki kecil yang memegangi kepalanya dan menangis. "Ada apa?", tanyanya. "Aku kedinginan, sangat kedinginan," tangis anak lelaki itu. "Aku tidak punya penutup kepala." Jadi gadis itu emmberinya selendang untuk membungkus kepalanya. Sedikit lebih jauh lagi, ia bertemu gadis kecil alinnya bahkan tidak memakai jaket, jadi ia memberikan jaket yang dipakainya,  Lalu ia memberi gaunnya pada gadis lain yang tidak punya, dan ia terus berjalan tanpa bagju.  Akhirnya ia hanya memakai pakaian dalamnya. Tapi kemudian gadis miskin lain datang padanya  dan berkata: "kau selalu bisa pulang kerumah yang hangat.  Aku tidak punya apa apa untuk menghangatkan...