Skip to main content

Fool Again (part 4)


Deni yang sangat bersemangat langsung mengambil banyak peralatan yang sebenarnya tidak perlu dibawa, seperti lup superbesar dan topi bundar lebar yang biasa digunakan di pantai.“Ayo kita pecahkan kasus ini.”, kata Deni semangat.“Oi oi, kita disini kan mau neliti gua, kok malah neliti kasus sih? Biarkan polisi yang bertindak.”, jelas Olin yang beberapa kali ini menepukkan tangan lebarnya ke dahinya.


“Yaaahhh….”, desis Deni, dan dengan bisikan maki Deni meletakkan topi dan lup superbesarnya.“Udahlah, lagian kita kan ngga bakal dikasih apa pa akalo mecahin kasus itu.”, sembur Nicky.


Dan dengan terbengong bengong Alen berteriak gaje, “HELOOOOOOO!!!!”Semua mendadak terbisu, mendengar suara nyaring Alen yang ‘wow’ membuat gendang telinga Kian sedikit sakit.


“Saya just confuse sama apa yang kalian talking about!”, katanya awur awuran.“Alen, we just want to get break.”, kata Olin dingin.“Ow”, kata Alen singkat, mulutnya sampai berbentuk ‘o’ sempurna karna mengucapkan kata terakhirnya tadi.“Aku lebih suka kalo Alen pake bahasa inggris.”, kata Shane tenang, dengan tangan dilipat dan wajah datar.“He’d like if you …”“Tolong jangan diterjemahin, terimakasih.”, kata Shane mengingatkan Olin yang sudah hampir menerjemahkan apa kata Shane.“Ya uda deh, aku balik dulu yah, yuk Lin.”, kata Jodi yang barusan saja nongol dari balik Kian.“He-eh aku juga capek, yuk semua balik balik…” Setelah sampai di tenda Nicky, seperti biasanya memulai pembicaraan.“Kira kira apa yah itu yang dicuri..??”“Mungkin patung, atau tongkat elder, hmm..”, jawab Kian awut awutan.“Elder..??? It’s Dumbledor’s wand, it’s so adorable, but Harry Potter broke it. Hmm,, I love this movie.”, sembur Alen.“Dia ngomong apa?”, tanya Kian, seperti biasanya, sambil berbisik.“Pokoknya sesuatu tentang Harry Potter.”, jawab Nicky.“Yang penting itu pasti benda yang bagus.”, kata Deni.Semua hanya menggangguk, kecuali Alen yang terus melongo. Sebenarnya Kian sangat kasihan melihat Alen, mungkin jika ada yang bilang dia gila, pasti saat penelitian ini berakhir dia akan lebih gila lagi.


“Krriikkk kriikk”, suara jangkrik bernyanyi membuat suasana malam menjadi lebih menakutkan dari pada malam malam biasanya.


Kian mulai mencoba untuk memejamkan mata, pejam, buka, penjam buka. CUKUP!! Kian mulai kesal, mungkin hari ini tidak usah tidur dulu, pikir Kian. Kian pun pergi ke luar tenda. Berjalan jalan di gua malam hari sangat menakutkan, tapi terasa sangat nyaman.


Gelang kayu yang diberi Jodi waktu ‘itu’ masih dipakainya saat ini, rasanya nyaman dipakai, walau kayu tapi rasanya gelang ini enteng sekali. Tapi Kian masih punya banyak pertanyaan untuk Jodi. Dimana ia mendapatkan benda ini ?, pikirnya.


Kian yakin 100 % Jodi tak pernah menunjukkan aksesoris apapun pada Kian, bahkan sebenarnya Jodi sama sekali tidak suka aksesoris murahan, apalagi yang terbuat dari kayu seperti ini.Tapi tiba tiba saat Kian tenggelam di lautan pikirannya, ia mendengar sebuah suara palu yang di pukul keras keras pada sebuah batu. Semakin lama semakin kencang. Dengan gemetar ia langsung kembali ke tenda dan membangunkan Deni yang dianggapnya paling ‘pemberani’ diantara semua orang yang ia kenal.


“Deni! Deni!! Bangun!”, teriak Kian.Suara desahan Deni membuat Kian kesal, “bangun, ya ampun tolong! Ada perampokan!”, desis Kian pada Deni.


Dan tebak apa yang terjadi, Deni langsung lompat dari kasurnya seperti singa kelaparan, “Haaahh diamana !!??”,
 katanya panic, sambil membawa lup superbesarnya dan senter 2 kilometernya, ia langsung mendorong Kian untuk menunjukkan dimana kejadian tersebut terjadi.Kian berjalan duluan, ke tempat dimana dia mendengar suara suara aneh tadi.“Disini, aku denger suara aneh, kaya ada orang lagi pakai palu.”, kata Kian pelan, takut perampok itu mendengar mereka dan memukul mereka dengan palu itu.


‘Duk duk’, suara yang sama tadi terdengar lagi.“Deni, matiin senternya.”, perintah Kian pelan.“iya iya.”


Lampu senter Deni sudah padam, tak ada penerangan apapun saat ini, gelap gulita.‘duk duk’, suara palu itu kembali terdengar.


“Kian, aku takut.”, bisik Deni yang sedari tadi tak mau lepas dari tangan Kian.Kian tidak berani berkomentar, didalam hatinya ia juga takut. Tapi tidak ada yang bisa menghentikan niatnya untuk mencari tau suara apa itu.


Kian berjalan mendekat. Suara palu itu tiba tiba berhenti, sekarang diganti bunyi gemerisik yang tak asing. Itu suara Jodi kan?, kata Kian dalam batinnya. Kian mendengar beberapa kata makian.“Sial, harunya aku harus cepat cepat ngambil barang jelek ini, huh, aku pengen cepat pulang ke Jakarta, jadi jutawan baru dan punya rumah besar dengan puluhan budak disana, selama KIan dan teman bodohnya tak menggangguku.”


“Teman bo…”“Shhhh…”, desis Kian, jari telunjuknya tepat berada di bibir tebalnya. Malam itu adalah malam yang sangat panjang bagi mereka berdua. Tapi Kian masih susah mengatur pikirannya, kejadian semalam sangat sulit tercena oleh otaknya. Kenapa harus Jodi? Mungkinkah….


Kian langsung cepat cepat melihat ukiran kayu yang melingkar di lengannya. Inikah benda curian itu?, batin Kian

Tepat pagi esoknya, Kian sudah digrebek banyak orang, bahkan Shane juga salah satu dari mereka.


Ia langsung dilempari pertanyaan pertanyaan seputar gelang yang sedang dipakainya.
"Aku kecewa padamu Kian, kupikir kau adalah orang yang baik, ternyata kau mencuri benda paling berharga, lusa kau mencuri gelang, dan sekarang kau mencuri patung... sebenarnya apa maumu??!!", ini pertama kalinya Shane menjadi sangat benar benar marah.


Kian hanya bisa melihat teman temannya menggeleng geleng kepala, terkecuali Deni, yang diam seribu bahasa.


*Fyuuhh,,, sekarang udah tau nih pelakunya, trus gimana tentang gelang curian itu? berarti Kian ditipu! mau tau lanjutannya ? ditunggu yah, sebelumnya maaf kalau ada salah kat kata dan makasih banyak udah mau baca ff seorang junior kaya aku :D


Comments

Popular posts from this blog

Tragedi Duaratus Rupiah

Minggu, 25 November 2012 Kalau bukan karena Fani yang ajak aku ke bioskop satu satunya di kotaku, mungkin aku ngga bakal jantungan cuman gara gara uang koin. Waktu itu musim hujan, walau tidak hujan, awan hitam bagai atap rumah dunia, pekat sekali. Dan bikin aku sukses mandi keringat, belum lagi aku harus mengayuh sepedah beserta beban seorang Fani di belakang, sudah begitu jarak antara rumah dan bioskop kurang lebih, hhmm... yah sekitar dua kilometer.  Sampai ditengah jalan, atau lebih tepatnya seperempat perjalanan, aku baru ingat sesuatu, ini hari Minggu kan?? Nah, masalahnya jalan raya persis depan gedung bioskop ditutup, karena seperti biasa H**da mengadakan event balap motor di area tersebut. Ngga mau nyerah, aku masih lanjut kesana, walau sambil mikir sih.  Ta daaa!! Sampailah kami pada ujung jalan yang tertutup banner idiot yang kebalik tulisannya. Kurang lebih isinya adalah tiket masuk nonton balapan. Setelah (akhirnya) Fani turun dari sepedaku, kam...

My Acne Story

Hai semua, langsung aja ya aku mau share ke kalian skin care aku selama ini. Fyi, semenjak SMP kelas 3 aku sudah kena masalah kulit yaitu jerawat, walaupun masih kecil-kecil jadi gak begitu ganggu makanya aku biarin aja, nah baru deh SMA baru kotar katir kebingungan hehe. Ini foto waktu awal Februari 2018, jerawat lagi parah parahnya. Jerawatnya besar, merah, meradang, lama banget kempesnya, dan waktu kempes jadi item banget. Jelek gitu ish. Sudah lumayan banyak produk yang sudah aku pakai dan hasilnya kurang memuaskan :( dan akhirnya di akhir tahun 2018 akhirnya kulitku bisa sangat jauh mendingan dan jerawat cuman muncul saat lagi menjelang haid atau lagi stress berat, itupun cuman 1 atau 2. Trus sekarang aku pakai apa aja untuk merawat wajah unyuku ini? Pagi hari, biasanya aku langsung minum air putih segelas biar bener bener bangun, trus kalau misalnya hari sabtu atau hari libur atau misalnya ga ngapa ngapain seharian, biasanya aku gak cuci muka pakai sabun, bila...

Hujan Bintang

Suatu hari yang dingin, seorang gadis kecil berjalan sendirian, sambil makan sepotong roti. Seorang wanita tua mendekatinya dan memninta sedikit makanannya. Tanpa ragu, gadis kecil itu memberikan semua sisa rotinya. "Ambil saja.", katanya dan terus pergi. Tidak lama kemudian, gadis itu bertemu anak lelaki kecil yang memegangi kepalanya dan menangis. "Ada apa?", tanyanya. "Aku kedinginan, sangat kedinginan," tangis anak lelaki itu. "Aku tidak punya penutup kepala." Jadi gadis itu emmberinya selendang untuk membungkus kepalanya. Sedikit lebih jauh lagi, ia bertemu gadis kecil alinnya bahkan tidak memakai jaket, jadi ia memberikan jaket yang dipakainya,  Lalu ia memberi gaunnya pada gadis lain yang tidak punya, dan ia terus berjalan tanpa bagju.  Akhirnya ia hanya memakai pakaian dalamnya. Tapi kemudian gadis miskin lain datang padanya  dan berkata: "kau selalu bisa pulang kerumah yang hangat.  Aku tidak punya apa apa untuk menghangatkan...